aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

Cari Blog Ini

Pages

PENEGAKAN HUKUM ISLAM DIZAMAN UMAR BIN KHATTAB DALAM MENINGKATKAN AKHLAQUL KARIMAH DALM MENIUNG

KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah menyelesaikan makalah ini. Makalah yang kami susun berjudul “PENEGAKAN HUKUM ISLAM DIZAMAN UMAR BIN KHOTOB DALAM MENINGKATKAN AKHLAQUL KARIMAH”.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada paradosen fakultas tarbiyah khususnya kepada bapak dosen mata kuliyah akhlaq tasawuf dan teman-teman yang secara langsung maunpun tidak hingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Semoga bantuan yang diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini secara langsung maupun tidak langsung, mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami menyadari bahwa dalam menulis makalah ini, masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan sangat berguna bagi penulisan makalah selanjutnya, semoga makalah ini dapat berguna, khusunya bagi kami dan umumnya dapat memperluas pengetahuan bagi pembaca.



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah 
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Bagaimana Profile Umar Bin Khattab
2.2. Bagaimana Keadaan Pemerintahan Pada Zaman Umar Bin Khattab
2.3. Seperti Apa Hukum Yang Berlaku Di Zaman Umar Bin Khattab
2.4. Bagaimana Keadaan Akhlaq Pada Zaman Umar Bin Khattab
2.5. Bagaimana Implementasi Akhlaq Pada Zaman Sekarang Ini
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA



BAB II
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
                   Setelah wafatnya Nabi Muhamad SAW tentu banyak masalah-masalah yang dasar hukumnya belum ada dasar hukumnya karna ketika pada masa nabi sendiri setiap maslah langsung ditanyakan kepada beliau dan nabi langsung menjawabnya oleh karena itu masalah-masalah yang belum ada hukumnya diselesaikan dengan cara ijtihad atau musyawarah dikalangan para sahabat, dengan berbagai metode. atau diambil dasar hukumnya melalui pemimpinnya atau khalifahnya. Tak terkecuali pada masa Umar bin Khattab yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin). Beilau j7uga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad S.A.W. dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad S.A.W.
Tentu hukum-hukum yang beliau keluarkan tidak mungkin lepas dari ajaran agama islam dan berpegan teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah juga reputasi yang bagus yang beliau miliki.
Oleh karena itu sebagai umat islam kita tentu bisa mencontoh ajaran-ajaranya untuk kita kembangkan dalam proses hidup social bangsa Indonesia guna meningkatkan akhlaqul karimah manusia Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah
      Adapun masalah yang akan dibahas :
a)    Bagaimana Profil Umar bin Khattab?
b)    Bagaimana Keadaan Pemerintahan pada jaman Umar bin Khattab?
c)    Seperti apa hukum yang berlaku pada jaman Umar bin Khattab?
d)   Bagaimana keadaan akhlak pada jaman Umar bin Khattab?
e)    Bagaimana Implementasi akhlak pada jaman sekarang terhadap akhlak pada jaman Umar bin Khattab?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bagaimana Profile Umar Bin Khattab
                       Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Muhammad, Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.[1]
2.2. Pemerintahan Pada Zaman Umar Bin Khattab
Umar bin Khattab menjadi khalifah pada tahun 13 H atau tahun 634 M. Pada masa pemerintahan Umar ini wilayah Islam semakin meluas, antara lain ke Mesir, Irak, Azerbaijan, Persia, dan Siria. Umar telah mengusir orang-orang Yahudi dari Jazirah Arab, dan ia adalah yang pertama kali menyusun administrasi pemerintahan, menetapkan pajak, kharaj atas tanah subur yang dimiliki orang non-Muslim. Disamping itu, Umar juga menetapkan peradilan dan perkantoran serta penanggalan qomariyah yang dihitung sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Umar dikenal sebagai imam mujtahidin. Pada masanya dia berijtihad untuk menentukan suatu hokum yang sepintas tidak menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada ‘illat untuk memotongnya, misalnya pencurian yang dilakukan pada musim paceklik dan tidak memberikan zakat kepada al-mualafatu qulubuhum karena tidak ada ‘illat untuk memberikannya.[2]
Seperti halnya dengan Khalif Abu Bakar maka beliaupun tinggal di dalam rumah biasa dan hidup sebagai rakyat biasa di Madinah-al-Munawwarah itu. Sekalipun begitu disegani oleh segala pihak dan ditakuti dengan sangat takzim.
Kebijakan Politis dan Administratif
1. Ekspansi dan penaklukkan.
2. Desentralisasi administrasi.
3. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
4. Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.
5. Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
6. Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.
7. Membangun kota Kufah dan Bashrah.
8. Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya.
9. Pembentukan beberapa jawatan:
     
a. Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak    negara.
b. Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
c. Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
d. Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
e. Baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah memberikan tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada seluruh rakyat secara merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan ini tidak sama jumlahnya.
f. Menciptakan mata uang resmi negara.
g. Membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
2.3. Hukum Yang Berlaku Di Zaman Umar Bin Khattab
     Pada masa kekhalifahanya Umar menetapkan hukum berdasarkan Musyawarah. Seperti apa yang pernah dikatakanya "tidak ada khalifat kecuali dengan musyawarah" atau segala Peraturan Garis Besar Haluan Negara harus dirumuskan dengan jalan musyawarah.[3] Ada banyak kasus penetapan hukum pada zaman kekhalifahan Umar ini, diantaranya :
1. Kasus Talak
Pada pasal "talak tiga sekaligus" daari bab "thalak", kitab Shahih Muslim, juz 1 halaman 574, dirawikan dari Abdullah bin Abbas melalui beberapa rangkaian sanad; pada masa kehidupan Rosulullah saw. Kekhalifahan Abu Bakar dan dua tahun pertama kekhalifahan Umar perbuatan talak tiga sekaligus dianggap satu. Kemudian Umar binKhattab berkata : "Banyak orang tergesa-gesa dalam urusan talak yang seharusnya mereka berhati-hati dalam memutuskannya. Maka sebagai pencegah agar mereka tidak tergesaa-gesa sebaikny akita tetapkan saja seperti yang mereka ucapkan. Berkata Ibnu Abbas selanjutnya : "sebab itu dilaksanakan (kehendak Umar) itu atas mereka . . . Yakni, menjatuhkan thalak tiga sekaligus dianggap thlak terakhir sehingga tidak ada kesempatan untuk rujuk lagi (kecuali setelah wanta itu kawin lagi dengan seorang pria lain lalu menceraikan lagi setelah itu). Ketetapan seperti ini kemudian juga menjadi ketetapan para keempat imam madzhab fiqh paling terkenal dikalangan Ahlu Sunnah. [4]
2. Mut'ah
"Dua jenis mut'ah yang pernah berlaku pada zaman Rosulullah saw yang kini kularang dan pelakunya kuhukum, adalah mut'ah haji dan mut'ah wanita." Dalam riwayat lain disebutkan Umar berkata : "dua jenis mut'ah yang berlaku pada masa Rosulullah dan Abu Bakar, kini aku larang . . . ." atau sebagaimana yang dikutip oleh tokoh besar dari kalangan As'aryah serta juru bicara mereka, yaitu Al Imam Al-Qausyaji, diakhir pembahasan "Al Imamah" dari kitab Syarh at-Tajrid, ialah ucapan ucapan Umar bin Khattab ketika ia berkhutbah diatas mimbar" tiga perkara yang pernah berlaku pada masaa hidup Rasulullah kini kularang, ku haramkan dan ku hukum pelakunya; adalah mut'ah wanita dan mut'ah haji serta seruan (adzan); Hayya 'ala Khayr al 'amal (marilah mengerjakan sebaik-baik amal). Dua riwayat itu telah lebihdari cukup untuk meyakinkan bahwasanya pelarangan dan pengharaman dua mut'ah dan sebaris kalimat adzan berasal dari Umar tanpa potensi Al-Qur'an atau sunnah Rosulullah saw. Sebab seandainya larangan itu bersumber dari Rosul, pastilah Umar tidak menisbahkan larangan itu terhadap dirinya sendiri, tentunya ia akan berkata "telah diharamkan oleh Rosul . . ." dan tidak mengatakan : " . . . Kini aku haramkan." karena bagaimanapun larangan dan ucapan Rosul akan lebih ditaati oleh umat ketimbang aturan Umar bin Khattab sekalipun ia seorang khalifah. [5]
3. Tentang Adzan
Tentang adzan Umar tidak hanya menghapus atau mengurangi satu baris kallimat adzan Hayya 'ala Khayr al 'amal, tetapi ia juga menambahkan sebaris kalimat untuk adzan subuh Ashalatu khairun minan naum, suatu kalimat adzan yang tidak pernah didengar pada masa Rosulullah masih hidup dan masa kekhalifahan Abu Bakar. Riwayat  ini bisa dilihat dalam kitabb Al Muwaththa Imam Malik, Pada bab tentang seruan sholat, "bahwa muadzin mendatangi Umar bin Khattab untuk memberi tahu tentang tibanya waktu shalat subuh. Ketika dijumpai Umar masih tidur, si muadzin berkata ; "Ash-Shalatu Khairun min an-Naum" (sholat lebih utama dari tidur), maka Umar memerintahkan agar kalimat itu dimasukkan kedalam adzan subuh."
Lain lagi motifnya Umar menghapus kalimat adzan Hayya 'ala Khayr al 'amal. disini persoalanya lebih serius, berhubungan langsung dengan kepentingan politik di masa pemerintahan Umar dengan penakluknya dimana-mana persis diungkapkan oleh para penulis sejarah, masa kekhalifahan Umar adalah saatu kurun waktu bersejarah dimana tentara kaum muslimin bergerak melakukan penaklukan-penaklukan penting ke berbagai penjuru situasi seperti ini memerlukan semangat untuk membangkitkan giroh perjuangan, sementara Umar bin Khattab tahu betul peranan "jihad fi sabilillah" dan ingin meletakkanya pada prioritas istimewa agar jihad itu terkesan paling utama ketimbang yang lain, termasuk diantaranya lebih penting dan lebih utama dari shallat. Hanya dengan menanamkan keyakinan bahwa jihad (perang) jauh lebih penting-lah yang akan mampu menggerakkan atau memotori semangat juang kamu Muslimin dan berkonsentrasi penuh kepadanya. Oleh karenanya kalimat "marilah mengerjakan sebaik-baiknya amal" yakni shalat, dianggap sebagai pengganggu dan membuyarkan konsentrasi perjuangan (perang) dalam memotivasi sikap dan semangat kaum muslimin umumnya dan tentara muslim khususnya berkenaan dengan imbalan perang. Untuk itu khalifah Umar memerintahkan agar kalimat yang mengilustrasikan shalat sebagai satu perbuatan utama dan sebaik-baiknya, dihapuskan, karena dianggap mengganggu dan menghambat misi ekspansi. Inilah salah satu dari sekian intrik politik Umar nin Khattab yang memukau. [6]
4. Salat Tarawih
Rekayasa lain Umar bin Khattab yang juga diakuinya sendiri adalah salat tarawih berjamaah, satu kasus yang sangat populer dikalagan kaum muslimin sehingga sampai mengakibatkan mereka saling mengkafirkan satu sama lain, yang menyedihkan dan seharusnya tidak boleh terjadi. Sebelumnya salat tarawih dilakukan secara sendiri-sendiri (kata mereka yang percaya adanya salat tarawih) sampai kemudian Umar memerintahkannya untuk dijama'ahkan, danmenunjuk Ubay bin Ka'ab menjadi Imam bagi semua yang berada dan salat diwaktu itu."saya fikir" kata Umar "kalau mereka dipersatukan pada satu imam, niscaya akan lebih baik dan berdaulat . . . ". Umar juga memilih dan menentukan imam shalat untuk laki-laki dan untuk wanita. Bahwa pengimaman (Imamah) Sulaiman bin Abi Hasmah kepada perempuan adalah sama-sama pengimaman Ubay bin Ka'ab untuk laki-laki, yakni mereka berdua shalat dalam satu waktu. Lebih dari itu Umar juga campur tangan menentukan beberapa puluh ayat yang mesti dibaca oleh para imam shalat tersebut tergantung kefasihan dan keindahan para imam tersebut dalam membacakan Ayat suci Al Qur'an.[7]
5. Zakat
Beranjak pada kasusu berikutnya yaitu zakat. Kendati telah dikukuhkan dalam Al Qur'an dan sunnah jatah bagi mu'allaf. Umar (di masa khalifahan Abu Bakar) adalah pelopor perubahan hukum (bagian zakat untuk mu'alaf) tersebut. Ketetapan Umar kemudian dijadikan ketentuan syari'at seperti dapat kita ketahui dari penulis kitab AL-Jauharah An Naiyyrah 'ala Mukhtasar Al Qaduri dalam bidang fikih mazhab Abu Hanifah, pada halaman 164 juz I menyebutkan ; "Beberapa dari para mu'alaf datang menghadap Abu Bakar - sepeninggal Nabi - agar ia memberikan bagian mereka seperti biasa. Maka Abu Bakar menuliskan perintah membayar bagian tersebut (dari uang zakat) dan mereka membawa surat itu kepada Umar (yang mengelola Bayt Al-Mal) untuk menerimanya. Akan tetapi Umar merobeknya seraya berkata : "kami tidak membutuhkan kalian lagi ! Allah telah memenangkan Islam dan karenanya kalian boleh pilih, memeluk agama Islam atau kami jadikan pedang (sebagai pemutus) antar kami dengan kalian !" Jawab Abu Bakar :"Dia, Insyaallah" dengan itu Abu Bakar menyetujui dan menetapkan keputusan Umar. Sejak itu pula, jumhur kaum Muslim memberlakukan ketetapan penghapusan bagian untuk para mualaf. Sedemikian kuatnya ketetapan itu sehingga seseotrang memberikan sebagian zakatnya kepada para mualaf, maka ia dianggap belum menunaikan zakat yang wajib atas dirinya, secara sepenuhnya.[8]
2.4. Keadaan Akhlaq Pada Zaman Umar Bin Khattab
Khalifah Kedua, Pintar Membedakan Antara Haq dan Bathil. Khalifah Umar bin Al-Khattab ra merupakan khalifah Islam yang kedua selepas Khalifah Abu Bakar ra. Perlantikannya merupakan wasiat dari pada Khalifah Abu Bakar. Nama penuhnya ialah Umar b. Al-Khattab b. Naufal b. Abdul Uzza b. Rabah b. Abdullah b. Qarth b. Razah b.Adiy b. Kaab. Di lahirkan pada tahun 583 M daripada Bani Adi yaitu salah satu bani dalam kabilah Quraishyang dipandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Waktu kecilnya pernah mengembala kambing dan dewasanya beliau berniaga dengan berulang kali ke Syam membawa barang dagangan. Waktu Jahiliah beliau pernah menjadi pendamai waktu terjadi pertengkaran hebat antara kaum keluarganya. Beliau merupakan seorang yang berani, tegas dalam kira bicara, berterus terang menyatakan fikiran dan pandangannya dalam menghadapi satu-satu masalah. Beliau juga terkenal sebagai pemidato dan juga ahli gusti.Saidina Umar memeluk Islam pada tahun keenam selepas kerasulan Nabi, sewaktu berumur 33 tahun,kerana tertarik dengan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh adiknya Fatimah. Beliau kemudiannya memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan Islam. Sebelum ini beliau merupakan musuh ketat kepadaIslam dan sentiasa menghalangi perkembangan Islam. Orang Islam ramai yang berasa takut untuk melakukan ibadah kerana bimbangkan kepada orang Quraish yang selalu mengancang dan mengusir mereka. Setelah Umar memeluk Islam ramai dari kalangan orang-orang Islam yang tidak merasa apa-apa curiga lagi dalam mengerjakan ibadat. Beliau digelar “al-Faruq” yang bermaksud “orang yang membedakan hak dengan yang bathil”. Gelaran ini diberikan oleh Rasulullah semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk bersembahyang dihadapan Kaabah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Beliau sendiri yang menjaganya dari pada gangguan orang-orang Quraish. Nabi Muhammad SAW juga mengelarkannya sebagai “Abu Hafs” kerana kegagahannya. Ketika berhijrah ke Madinah, ramai orang Islam yang keluar dari Kota Mekah secara bersembunyi, tetapi Umar keluar secara berterang-terangan. Pedang di tangannya sedia menghunus kepada sesiapa sahaja yang coba menghalangnya. Ketika Khalifah Abu Bakar sedang sakit dan merasa ajalnya akan tiba, beliau memanggil sahabat dan meninjau fikiran mereka untuk mencari tokoh Islam bagi dilantik menggantikan pentadbiran khalifah. Abu Bakar mencadangkan nama Umar untuk dicalonkan memegang jawatan itu. Cadangan tersebut mendapat persetujuan dari kalangan sahabat dan orang-orang ramai. Umar dilantik memegang jawatan sebagai khalifah kedua menggantikan Abu Bakar pada hari Selasa, 22 Jamadil akhir tahun 13 Hijrah, bersamaan dengan 23 Ogos 634 Masihi.[9]
2.5. Implementasi Akhlaq Pada Zaman Sekarang Ini
Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah secara umum yaitu melaksanakan segala perintahnya dan manjauhkan segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.  Manusia diperintahkanNya untuk menjaga dan memlihara semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Namun sebagai manusia kadang kita lupa tugas kita berada di dunia itu apa sehingga kebanyakan tidak bisa mengontrol akhlaknya sendiri.
 Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, tantangan akhlak juga semakin banyak, tak sedikit manusia menjadi lupa diri dan berada diluar garis batas ajaran agama. Sehingga kita butuh aqidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji untuk mengahadapi tantangan tersebut. Seperti kita tahu tantangan yang sering kita hadapi namun jarang kita sadari yaitu Kemajuan teknologi yang semakin mutakhir, gaya hidup, dan orientasi  hidup yang materialistis.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami  oleh manusia sekarang ini tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya, baik sebagai manusia beragama maupun sebagai makhluk individual dan sosial. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan itu ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidup adalah material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi  untuk memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.
Nilai nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang semuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai Hamba Allah dan anggota masyarakat.
Gaya hidup-pun menjadi tantangan agar lebih dapat mengontrol diri.  Gaya hidup yang dimaksud disini adalah gaya hidup hedonis atau foya-foya, dan kebarat-baratan.  Seperti kita tahu selain tidak baik, Allah sangat membenci segala sesuatu yang berlebihan. Gaya hidup ini cenderung hanya mementingkan kesenangan semata, menghambur-hamburkan materi dalam jumlah banyak secara sia-sia karena sebenarnya tidak ada keuntungan yang bisa didapat dari itu melainkan hanya kesenangan sesaat. Padahal kalau kita memiliki aqidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji, tidak seharusnya kita berlaku seperti itu melainkan lebih memilih untuk berbagi terhadap sesama karena akan lebih terasa manfaatnya.
Orientasi hidup yang hanya mengejar nilai-nilai material saja tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan, bahkan hal ini juga dapat menimbulkan bencana yang hebat ketika hidup hanya berorientasi pada sesuatu yang merial (metrialistis)  sehingga ada persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak memerlukan agama lagi untuk mengendalikan semua perbuatannya, karena mereka menganggap agama tidak lagi dapat memecahkan persoalan hidup.
Disinilah kita akan tahu betapa pentingnya peranan aqidah dan akhlak dalam kehidupan modern seperti sekarang. Aqidah dan akhlak akan menjadi benteng yang sangat kuat dalam menghadapi segala dampak negatif kehidupan modern. Aqidah dapat menyelamatkan diri kita dari segala bentuk dosa kecil yang jarang kita sadari, aqidah juga dapat membuat kita selalu berbuat baik terhadap pencipta dan sesama. Disamping aqidah yang kuat, akhlak yang terpuji akan menyelamatkan manusia dari segala macam perbuatan dan tindakan yang bisa menjerumuskan manusia dalam kesesatan.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang hidup didunia harus memiliki aqidah dan akhlak sehingga kita tidak tersesat dan apa-apa yang kita lakukan tidak melanggar ajaran agama yang telah ditentukan.[10]
Upaya peningkatan kualitas[11]
a)    Penjagaan diri
Alasan harus menjaga diri
1.      Upaya penjagaan seorang muslim terhadap dirinya tidak lain adalah upaya melindunginya dari siksa Allah ta’ala dan neraka-Nya.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  

Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. At-Tahrim: 6)

2.    Jika ia tidak menjaga diri sendiri, ia kehilangan waktu-waktu ketaatan dan moment-moment kebaikan.

3.    Hisab kelak bersifat individual
öNßg=ä.ur ÏmÏ?#uä tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# #·Šösù ÇÒÎÈ  

“Dan setiap mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”(QS. Maryam : 95)
4.    Penjagaan diri lebih mampu mengadakan perubahan

Seseorang lebih tau akan dirinya sendiri, maka upaya penjagaan diri merupakan hal yang bagus dan sekaligus menimbulkan perubahan pada diri seseorang tersebut.

Cara-cara penjagaan diri

1.    Muhasabah diri

Melakukan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia tidak terperanjat kaget dengan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya pada hari kiamat.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr : 18).
2.    Taubat dari segala dosa.

3.    Mencari ilmu dan memperluas wawasan.

4.      Seseorang dapat menjaga dirinya dengan mencari ilmu agama. Dengan ilmu agama ia akan tahu perbuatan apa saja yang seharusnya ia lakukan dan yang seharusnya tidak ia lakukan sebagai seorang muslim.

5.      Mengerjakan amalan-amalan iman
Antara lain :

       a. Mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin
       b. Meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah
       c. Peduli dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir
Dengan mengerjakan amalan-amalan iman insya Allah seseorang dapat mengingat Allah dalam hari-harinya sehingga ia akan menjaga perbuatannya.
6.      Bergaul dengan orang-orang shaleh

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pribadi seseorang. Maka untuk menjaga akhlak, kita harus bergaul dengan orang-orang shaleh.Tidak hanya kita yang terjaga tetapi kita juga dapat saling mengingatkan satu sama lainnnya.[12]



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar bin Khattab menjadi khalifah pada tahun 13 H atau tahun 634 M. Pada masa pemerintahan Umar ini wilayah Islam semakin meluas, antara lain ke Mesir, Irak, Azerbaijan, Persia, dan Siria. Umar telah mengusir orang-orang Yahudi dari Jazirah Arab, dan ia adalah yang pertama kali menyusun administrasi pemerintahan, menetapkan pajak, kharaj atas tanah subur yang dimiliki orang non-Muslim. Disamping itu, Umar juga menetapkan peradilan dan perkantoran serta penanggalan qomariyah yang dihitung sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Pada masa kekhalifahanya Umar menetapkan hukum berdasarkan Musyawarah. Seperti apa yang pernah dikatakanya "tidak ada khalifat kecuali dengan musyawarah" atau segala Peraturan Garis Besar Haluan Negara harus dirumuskan dengan jalan musyawarah.
Umar bin Khattab diberi gelar “al-Faruq” yang bermaksud “orang yang membedakan hak dengan yang bathil”. Gelaran ini diberikan oleh Rasulullah semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk bersembahyang dihadapan Kaabah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Beliau sendiri yang menjaganya dari pada gangguan orang-orang Quraish. Nabi Muhammad SAW juga mengelarkannya sebagai “Abu Hafs” kerana kegagahannya. Ketika berhijrah ke Madinah, ramai orang Islam yang keluar dari Kota Mekah secara bersembunyi, tetapi Umar keluar secara berterang-terangan
3.2. Saran
Kami selaku pemakalah mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dansaran dari teman-teman semua agar makalah ini dapat dibuat dengan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Hukum islam dinamika dan perkembangannya di Indonesia /Abdul Ghofur Anshori; Yulkarnain Harahab. Kreasi Total Media, Yogyakarta,2008
Haidar barong , (Jakarta, cipta persada, 1994) hal. 268

Ibid, hal. 272-273, Ibid, hal. 276-277, Ibid, hal. 281-282, Ibid, hal. 290-291, Ibid. Hal. 294
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Aidan.Tarbiyah Dzatiyah. Jakarta: An-Nadwah, 2002.



[1]
[2] Hukum islam dinamika dan perkembangannya di Indonesia /Abdul Ghofur Anshori; Yulkarnain Harahab. Kreasi Total Media, Yogyakarta,2008
[3] Haidar barong , (Jakarta, cipta persada, 1994) hal. 268
[4] Ibid, hal. 272-273
[5] Ibid, hal. 276-277
[6] Ibid, hal. 281-282
[7] Ibid, hal. 290-291
[8] Ibid. Hal. 294
[9]
[10] Abdullah bin Abdul Aziz Al-Aidan.Tarbiyah Dzatiyah. Jakarta: An-Nadwah, 2002.

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar