Pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai kemajuan dalam
berbagai hal. Dimulai dari diberlakukan kurikulum pada rezim setelah
kemerdekaan hingga kurikulum yang terbaru yakni kurikulum pendidikan karakter
pada sekolah formal. Di dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia banyak
mengalami problematika yang komplek, baik dari segi sarana dan prasarana maupun
sampai pada pendidik itu sendiri. Maka untuk mengatasi itu semua pemerintah
sedang berupaya melakukan pemetaan mutu pendidikan untuk dapat mengetahui
sejauh mana mutu-mutu lembaga pendidikan yang ada diseluruh daerah di indonesia
dan untuk mengetahui lembaga-lembaga mana yang memerlukan bantuan dari
pemerintah demi eksistensi dan peningkatan mutu lembaga tersebut. Namun sejauh
ini, pemetaan mutu pendidikan yang dilakukan pemerintah masih sebatas pemetaan
mutu pendidikan formal yaitu SD atau MI sampai pendidikan tinggi baik swasta
maupun negeri. Sedangkan pemetaan mutu pendidikan non formal dan informal masih
sangat kurang. Padahal seiring berkembangnya waktu, urgensi dari pendidikan
nonformal-informal semisal TPA dan TBM dirasa semakin tinggi.
Disini
kami selaku penulis, telah mendiskusikan problematika di atas. Sebagaimana
diketahui, ada suatu konsep dalam manajemen mutu untuk menjamin kualitas suatu
lembaga atau organisasi. Yaitu dengan merumuskan suatu standar yang jelas baik
dalam operasi, administrasi, maupun pelayanan, sehingga terdapat suatu patokan
atau tolak ukur yang jelas bagi setiap lembaga untuk menjalankan tugasnya. Lalu
kita analogikan pada Madrasah Diniyah maupun TBM. Karena selama ini-yang kami
rasa- pengimplementasian konsep manajemen tersebut selama ini umumnya masih
berada dalam wiayah pendidikan formal, dan itupun belum maksimal. Lalu,
mengingat urgensi dari pendidikan Diniyah maupun TBM yang semakin tinggi,
rasanya perlulah konsep di atas diterapkan di lembaga informal tersebut.
Langkah strategis
pertama untuk memetakan mutu lembaga informal tersebut adalah mengkaji kembali
mengenai Standar Pelayanan Minimum yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama.
Dalam hal ini Kementrian Agama telah menetapkan Standar Pelayanan Mutu mengenai
Madrasah Diniyah. Hal ini aga dapat menjadi tolak ukur dan acuan bagi tiap –
tiap lembaga dalam mengelola lembaga Madrasah Diniyah.
Kemudian langkah kedua, Bupati hendaknya mengumpulkan setiap kepala
lembaga / direktur lembaga pada setiap Madrasah Diniyah. Hal ini perlu
dilakukan agar adanya pendataan bagi setiap Madrasah Dininya, kemudian agar
para pemilik dan pengelola Madrasah Diniyah dapat menyampaikan kekurangan serta
dapat bertukar pikiran dengan sesama pemilik lembaga Madrasah Diniyah.
Selanjutnya langkah ketiga yakni bupati menunjuk tim khusus dari Kemenag Daerah
/ Wilayah untuk mensosialisasikan dan menguji akreditasi Standar Pelayanan
Minimal Madrasah Diniyah ke setiap lembaga Madrasah. Kemudian tim yang telah
ditunjuk agar menyusun penanggung jawab setiap rayon daerah dalam upaya
sosialisai dan pembimbingan mencapai standar pelayanan yang ditetapkan.
Langkah selanjutnya yakni diadakan akreditasi terkait Standar
Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh Kemenag. Dimana akreditasi ini
dilaksanakan oleh tim khusus dari Kemenag yang telah ditunjuk oleh bupati tadi.
Kegiatan ini dilaksanakan agar Kemenag dapat memetakan mutu setiap Madrasah
Diniyah yang ada, yang nantinya dikaji lebih dalam agar dapat menentukan
madrasah yang telah memenuhi kriteria standar pelayanan minimal dan belum
memenuhi standar tersebut. Nantinya bagi yang belum memenuhi standar dapat
dimonitoring secara kontinyu agar dapat memenuhi standar pelayanan minimul
tersebut.