aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

Cari Blog Ini

Pages

“DEFINISI TSIQAH, TAAT DAN QIYADAH”




Melihat apa yang terjadi di masa kejayaan islam dan masa kini, kita bisa melihat bahwa ketsiqahan dan ketaatan kepada qiyadah merupakan hal yang mendasar dalam dakwah ini. Tanpa hal ini, dakwah bisa dikatakan tidak ada. Lalu Apa definisi tsiqah, taat dan qiyadah itu?
Mari kita mulai dengan pembahasan tentang qiyadah itu apa. Qiyadah berasal dari kata qaada-yaqudu-qiyadatan artinya menuntun atau memimpin.Dalam literature istilah kepemimpinan meliputi: imam, khalifah, amir, walidanshultan, ketuakelas, ketua rohis, mas’ul, pemimpin hizb juga qiyadah kita .Apapun sebutannya maknanya adalah satu, yaitu yang memerintah dengan syari’at Allah dan sunnah Nabi-Nya. Jabatan tersebut adalah merupakan pengganti nabi Muhammad SAW dengan tugas melaksanakan dan menegakkan agama serta menjalankan kepemimpinan Islam. Pemimpin (qiyadah) dalam satu jamaah ibarat kepala bagi tubuh, lambing kekuatan, persatuan, keutuhan dan disiplin shaff. Kedudukan pemimpin tidak boleh jadi rebutan dan pelampiasan ambisi pribadi sebab kepemimpinan adalah tanggung jawab dan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT.
Tsiqah, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa makna tsiqah adalah ketenangan jundi terhadap qiyadahnya dalam hal kemampuannya dan keikhlasannya yang menjadikannya semakin cinta, menghargai, menghormati serta taat. Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisaa’: 65).
Sementara taat, Imam Hasan Al Banna menjelaskan dalam Risalah Ta’lim menjelaskan bahwa ta’at yang dimaksud adalah bahwa anggota jama’ah(jundi) menaati perintah dan melaksanakannya.
Nah kalau kita udah tahu pengertian semua diatas, kita masuk ke bahasan selanjutnya yuk, yaitu tentang pentingnya dua hal diatas dalam jama’ah.
Kita mungkin sama-sama sudah tahu bahwa dua hal diatas adalah salah dua dari rukun bai’at. Yang namanya rukun, kalau ditinggalkan pastinya membuat sesuatu itu tidak sah atau tidak diterima. Begitu juga dengan tsiqah dan taat, kalau ditinggalkan berarti jama’ah itu tidak akan ada. Kalaupun ada, pasti jama’ah itu hanya nama saja, tidak ada kesamaan visi, misi dan obsesinya. Jama’ah bohongan namanya, yang didalamnya pasti dipenuhi oleh obsesi pribadi para anggotanya.
Tsiqah, baik jundi kepada qiyadah ataupun qiyadah kepada jundinya, sangat penting. Si qiyadah yang percaya bahwa jundinya mempunyai kemampuan yang cukup untuk melaksanakan semua seruan jama’ah dan percaya bahwa jundinya akan mendukung penuh perjuangan dakwah ini. Si jundi yang percaya dengan kemampuan qiyadahnya dan percaya bahwa apa yang diperintahkan, dinyatakan, dilakukan oleh qiyadahnya itu benar adanya, sesuai dengan syari’at islam dan pastinya itulah langkah terbaik yang ditempuh dan diambil.
Ketika ketsiqahan sudah tertanam dalam hati masing-masing, maka ini bisa menjadi sebab musabab munculnya keta’atan. Ketika si jundi sudah percaya kepada sang qiyadah, maka apapun yang diperintahkan akan dilaksanakannya dengan penuh keta’atan. Ini bukanlah tanda ada system kasta dalam islam, tapi keta’atan mereka itu hanya dipersembahan untuk Allah semata. Itu hanyalah salah satu jalan menuju kehormatan sejati.
Banyak kisah dari pendahulu kita yang memberikan penguatan tentang memang sangat besar pengaruh tsiqah dan ta’at dalam jama’ah. Apabila keduanya itu ditunaikan, maka akan mendatangkan kemaslahatan yang besar. Sementara apabila keduanya itu diabaikan, maka bisa mendatangkan kamadhorotan yang besar pula. Langsung aja ke kisahnya gan..
Masih ingat kisah perang Uhud kan? Perang yang terjadi di lembah Uhud itu bisa dikatakan bahwa umat muslim kala itu kalah perang. Banyak sekali sahabat yang shahid di perang ini. Abu Dujanah, Mush’ab bin Umair, Abu Thalhah dan Ziyad bin Sakan, mereka meninggalkan dunia ini untuk menyambut kehidupan kekal di akherat. Tidak hanya para sahabat ssaja yang banyak gugur, pada perang ini Rasulullah juga terluka cukup parah. Sampai sempat diberitakan bahwa Rasulullah telah meninggal. Namun apasih penyebabnya yang membuat kakalahan umat muslim ini.
Tanpa melupakan banyak hikamah dari kakalahan di lembah Uhud ini, ada satu kejadian yang bisa dikatakan menjadi sebab kekalahan Umat muslim. Ya, sebenarnya umat muslim pada awalnya memenangkan peperangan ini. Strategi yang disusun oleh panglima besar Rasulullah berhasil memukul mundur 3000 tentara musuh dengan sangat cepat. Kemenanganpun serasa sudah di depan mata. Pasukan pemanah yang dari awal ditempatkan oleh Rasul diatas bukit yang terletak di belakang kaum muslimin itu melupakan pesan Rasulullah. “Berjagalah di tempat kalian ini dan lindungilah pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kita berhasil memukul mundur dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut menjarah. Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah kalian bergerak membantu.”
Pasukan pemanah itu melanggar pesan itu, ketika pasukan muslim memukul mundur musuh, mereka malah turun ke lembah untuk membantu mengumpulkan ghanimah. Mereka tidak menghiraukan nasehat dari Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin mereka. Melihat pasukan pemanah yang turun, kaum musyrikin pun balik menyerang lagi dipimpin oleh Khalid bin Walid dan diikuti oleh Ikrimah. Akhirnya pasukan pemanah yang tersisa pun syahid dan kekalahan lumayan telak didapat musuh.
Lain halnya dengan perang Uhud yang mengisahkan tentang akibat besar yang di dapat karena ketidaktaatan kepada pemimpin, kisah dibawah ini akan menunjukan hal sebaliknya, kemenangan besar akibat ketaatan kepada pemimpin. Let’s see.
Kisah ini terjadi ketika peperangan antara Afghanistan dan Rusia. Ketika itu pemimpin Afghanistan memerintahkan kapada satu kompi pasukan untuk berjaga di pintu masuk perbatasan antara Afghanistan dan Rusia. Pemimpin itu memilih seorang panglima untuk memimpin pasukan. Pemimpin pun berpesan kepada pasukannya itu, “ Seranglah setiap tentara Rusia yang berusaha masuk ke wilayah Afghanistan, jangan satupun dari mereka menginjakkan kakinya di tanah ini. Tapi yang lebih penting adalah taatilah panglimamu.”
Pasukan itu pun pergi ke perbatasan itu. Lama mereka menunggu di perbatasan itu, pasukan Rusia tidak juga muncul. Sampai ada mobil Rusia yang melewati perbatasan itu. Mereka siap menyerang tapi belum juga mendapat kode dari panglimanya untuk menyerang. Mereka bertanya-tanya dalam hati mereka, mengapa panglimanya itu tidak mengisyaratkan untuk menyerang. Padahal mereka bisa membunuh tentara Rusia itu sesuai perintah Pemimpin Afghanistan. Mereka akhirnya tidak tidak menyerang sampai mobil itu tidak terlihat lagi karena mereka teringat amanah untuk menaati panglimanya itu.
Dan tidak lama setelah itu, mobil Rusia itu balik lagi. Mereka kini lebih siap untuk menyerang tentara rusia itu. Tap panglima mereka tetap tidak memerintahkan mereka untuk menyerang. Padahal ini kesempatan terakhir untuk menyerang sebelum tentara Rusia itu balik ke wilayahnya. Mereka tambah bingung lagi dengan sikap panglimanya. Tapi mereka yakin keputusan itu benar dan mereka ta’at untuk itu.
Akhirnya mereka melihat lebih banyak tentara Rusia melewati perbatasan itu. Barulah panglimanya itu memerintahkan untuk menyerang. Setelah terjadi peperangan sengit, akhirnya kemenangan milik pasukan Afghanistan. Setelah peperangan itu, barulah pasukan Afghanistan itu sadar bahwa keputusan panglimanya tepat. Ternyata satu mobilnya Rusia yang lewat itu hanya memastikan bahwa jalan itu aman, tidak ada tentara Afghanistan yang berjaga. Hingga pasukan Rusia yang lebih besar muncul. Itulah waktu yang tepat untuk menyerang. Inilah pertempuran yang mengawali kemenangan besar Afghanistan dari Rusia.
Akhirnya kita bisa menyimpulkan tentang pentingnya ketsiqahan dan keta’atan kepada qiyadah itu. Cukup sudah kisah diatas menyadarkan kita karena menurut penulis/penyusun ketsiqahan dan keta’atan para jundi kepada qiyadahnya saat ini semakin tergerus. Kita bisa lihat akibatnya, terlalu banyak masalah di internal kita yang membuat produktivitas dakwah semakin berkurang. Semakin banyak barisan sakit hati dalam dakwah ini, yang mungkin tanpa mereka sadari bahwa merekalah yang menghambat perjalanan dakwah ini menuju kemenangan. Ayo kita saling menyadarkan saudaranya. Ayo istighfar bareng. Tingkatkan lagi kepahaman kita.
ALLOHUAKBAR…




“MENGENAL DAN MEMAHAMI SYADZ DAN MU’ALLAL”

A. Mengenal dan Memahami Syadz

a. Pengertian Syadz

Dalam bukunya Ulumul Hadist, Abdul Majid Khon menyebutkan bahwa dari segi bahasa syadz berasal dari kata diartikan ganjil tidak sama dengan mayoritas.
Sedangkan menurut Prof. Dr. TM. Hasybi Ash-siddiqy dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Diroyah Hadis Jilid I Syadz pada lughot berarti: orang yang terasing, tersendiri dari jama’ah ramai.
Dari segi istilah ada beberapa pendapat, yaitu sebagi berikut:

1. periwayatan orang tsiqoh menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqoh

2. periwayatan seorang tsiqoh sendirian dari orang-ornag yang tsiqoh lain.

3. Periwayatan seorang perawi secara sendirian baik ia tsiqoh atau tidak, baik ia menyalahi periwayatan yang lain atau tidak.
v  Sedangkan ta’rief hadits syadz menurut lughat dalam buku Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, adalah: orang yang terasing, tersendiri dari jama’ah ramai.
Pada ‘uruf ahli fikih, ialah:”Pendapat yang hanya dikatakan oleh seorang saja, sedang orang ramai menyalahi pendpatnya itu.”
Pada ‘uruf ahli hadis, ialah:

“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan (orang tsiqoh) yang riwayatnya berlawanan dengan riwyat orang banyak yang kepercayaan pula, baik dengan menambah, atau dengan mengurangi.”

v  Al-Hakim berkata:
“hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan, padahal tiada mempunyai sesuatu mutabi’. (yakni tiada mempunyai sesuatu jalan yang lain yang menguatkan riwayat itu).”

v  Dan syadz itu berbeda dengan mu’allal. Mu’allal diketahui ‘illatnya yang menunjukkan kepada telah terjadi waham padanya, sedangkan syadz tidak diketahui ‘illatnya, tetapi orang yang menelitikan hadis itu terasa bahwa pada hadis itu ada sesuatu kesalahan.
Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa:” hadis syadz ini lebih sukar diketahui dari hadis mu’allal. Karena itu tidak dapat diketahuinya, melainkan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh ilmunya dalam bidang hadis.
Asy-Syafi’I berkata:

“Bukanlah hadits syadz itu yang hanya diriwayatkan oleh seorang kepercayaan (orang tsiqoh) yang tidak diriwayatkan oleh selainnya. Syadz itu, ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsoqoh), yang berlawanan dengan riwayat orang ramai yang kepercayaan.”
Perkataan ini memberi pengertian bahwa syadz itu ialah yang menyalahai perawi yang rajah dari padanya, walaupun hanya seorang.

v  Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits syadz adalah hadis yang ganjil karena hanya dia sendiri yang meriwayatkannya atau periwayatnya yang menyalahi periwayatan orang tsiqoh atau yang lebih tsiqoh dan yang terakhir ini pendapat yang shahih. Jika periwayatan ornag dha’if menyalahi periwayatan orang tsiqoh disebut munkar dan jika periwayatan orang yang lebih tsiqoh menyalahi orang tsiqoh disebut hadits mahfidz.

v  Dalam buku Metodologi Penelitian Hadis Nabi karya Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail dikatakan bahwa pendapat imam syafi’i merupakan pendapat yang banyak diikuti oleh ulama ahli hadis sampai saat ini. Berdasarkan pendapat imam syafi’i tersebut maka dapat ditegaskan bahwa kemungkinan suatu sanad mengandung syadz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadis yang memiliki satu sanad saja, tidak dikenal adanya kemungkinan mengandung syadz. Salah satu langkah penelitian yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syaz pada suatu sanad hadis adalah dengan membadingkan sanad-sanad yang ada untuk matan yang topik pembahasannya sama atau meiliki segi kesamaan.

v  Lawan untuk hadis syaz (hadis yang mengandung syuzuz) adalah hadiz mahfudz.
Dalam buku ushulul hadis karya M. ajaj al-Khatib dikatakan bahwa oleh karena criteria Syaz adalah tafarrud (kesendirian perawinya) dan mukholafah (penyimpangan), maka apabila ada seorang perawi yang berkualitas siqoh melakukan penyendirian dalam meriwayatkan suatu hadis tanpa menyimpang dari yang lainnya, maka hadisnya shahih, bukan syadz. Seandainya ada yang menyimpang darinya yang lebih kuat karena kelebihan kualitas hafalan atau banyaknya jumlah perawi atau karena criteria terjih lainnya, maka yang rajah disebut hadis mahfudz, sedang yang marjuh disebut syadz.

v  b. Contoh Hadits Syadz
Sebagaimana hadis dha’if, syadz dapat terjadi pada sanad dan bisa terjadi pada matan. Contoh syadz pada sanad.
Hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu majah melalui jalur Ibnu Unaynah dari Amr bin Dinar dari Aisyah dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki wafat pada masa Rasulullah saw. Dan tidak meninggalkan pewaris kecuali budak yang ia merdekakannya. Nabi bertanya: “apakah ada seorang yang menjadi pewarisnya?” Mereka menjawab, “Tidak, kecuali seorang budak yang telah dimerdekakannya, kamudian Nabi menjadikannya sebagai pewaris baginya.”
Hammad bin Zaid (seorang tsiqoh, adil dan dhabit) juga meriwayatkan hadis di atas dari Amr bin Dinnar dari Ausajah, tetapi tidak menyebutkan Ibnu Abbas. Maka periwayatan Hammad bin Zaid syadz, sedang periwayatan ibnu Unaynah Mahfudz.


v  Contoh syadz pada matan, hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan at-Tirmidzi melalui Abdul Wahid bin Zayyad dari Al-A’masy adri Abu Shalih dari Abu Hurairoh secara marfu’ (Rasulullah saw. Bersabda):

Jika telah shalat dua rakaat fajar salah seorang diantara kamu hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Baihaqi berkata: periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah Syadz karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkan dari segi perbuatan nabi bukan sabda beliau. Abdul Wahid menyendiri diantata perawi tsiqoh.
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar