aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

Cari Blog Ini

Pages

MAKALAH FILSAFAT POLITIK



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT  Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya atas berkat dan Rahmat-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang insya Allah tepat pada waktunya.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Tauhid yang telah di berikan oleh  Ibu Dra. Hj. Wiji.
Berdasarkan pengertian syariat, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal- hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Hakikat tauhid adalah mengesakan Alah. Maka dalam pembuatan makalah ini, kami menghubungkan penciptaan alam semesta ini dengan ilmu tauhid.
Dan akhirnya kami berharap, apa yang kami sampaikan dalam makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi kami pada khususnya. Makalah ini juga sesungguhnya masih jauh dari titik kesempurnaan sebuah makalah, maka kritik yang  positif dan membangun sangat kami harapkan sebagai bahan referensi kami untuk lebih baik lagi ke depannya.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Filsafat Politik
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.[1]
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat.
Jadi, pengetian Filsafat Politik adalah suatu upaya  untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.[2]
Filsafat politik adalah refleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat dibedakan menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertama mempersoalkan hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalam kenyataannya, filsafat politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara, melainkan juga membahas soal keluarga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan kewajiban individual, kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya. Filsafat politik berbeda dengan ilmu politik, karena ilmu politik bersifat deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta-fakta, sedangkan filsafat politik bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai-nilai.[3]


B.  Pengertian Filsafat Politik Oleh Para Ahli     
Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.

Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.[4]
Bagi Agustinus, filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi “kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi (civitas terrena). Kehidupan di dalam Negara Allah diwarnai dengan iman, ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara Sekuler “duniawi”, menurutnya identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran, pengmbaran hawa nafsu,

keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa filsafat politik negara Allah Agustinus merupakan penjelmaan negara ideal Plato.

Plato dalam bukunya Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut. Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan. Setiap warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan negara ideal itu, oleh karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara. Pendidikan menduduki tempat amat penting dalam filsafat politik Plato. Agar negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut menjadi raja atau presiden adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja haruslah seorang filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga pemerintahannya tidak akan mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut Plato, hanya filsuflah yang memiliki pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah yang layak memerintah.[5]

Sementara Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polis yang dibentuk demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan dan menjamin kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya karena hanya dalam kesejahteraan umum itulah kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah baiknya apabila negara diperintah oleh seorang filsuf-raja yang memiliki pengetahuan sempurna dan amat bijaksana, karena akan menjamin tercapainya kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akan tetapi lanjutnya, di dunia ini tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf-raja yang sempurna, kareanya yang terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yang menjadi sumber kekuasaan dan menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.[6]


C.  Perkembangan Filsafat Politik
1). Filsafat Politik Barat
a.       Klasik
Pada jaman klasik, masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles, kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum. Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.

Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b.      Abad pertengahan
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat. Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.[7]
c.       Modern/kontemporer
Dalam era modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes dan John locke.
Thomas Hobbes
Dasar pemikiran filsuf ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa filsafat anyak disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek yang bersifat lahiriah dan bergerak dengan cirinya masing-masing. Ia membagi filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat geometri, filsafat fisika, filsafat etika dan filsafat politik.
John Locke
Menurut locke,kekuadaan negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara adalah untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John locek dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan antara agama dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya berbeda. [8]

2). Filsafat Politik Islam
A. Garis Besar Filsafat Politik Islam
Islam merupakan agama universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia. Termasuk didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan prinsip-prinsipnya, guna memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan masyarakatnya, sesuai dengan kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran dalam bidang kehidupan politik memperoleh ruang gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan mendiskripsikan garis besar tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang telah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.[9]
B. Al- Farabi dan Filsafat Politik Islam
Filsafat politik Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?
Pertama, Al-Farabi adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh Al-Farabi . Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya. Tokoh-tokoh dari kalagan islam seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari lingkungan agama lain, eperti Maimonides,  dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di lampaui .
Kedua, banyak peneliti mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini merupakan suatu upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke batang tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.
Ketiga, least but not least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-farabi seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam terkemuka , ia mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.
Hubungan politik pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin memenuhi segala kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari orang lain. Adapun tujuan bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, melainkan juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang akan memberikan kebahagiaan , tidak saja material, tetapi juga di akhirat.[10]
C. Al- Mawardi
Untuk menegakkan negara , dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang harusiupayakan
1. Agama yang dihayati sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati nurani.
2. Penguasa yang berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat mengantarkan negaramencapai tujuannya .
3. Keadilan dalam arti luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang setingkat.
4. Stabilitas keamanan yang terkendali dan merata
5. Kesuburan tanah (lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggresor
6. Harapan kelangsungan hidup.
   Rasulullah bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku , kalau tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan seorang ibu tidak akan menyusui anaknya "
D. Al-Ghazali
Profesi politik menurut Al-Ghazali:
Sejalan dengan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya , Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.
1. Pertama, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini diperlakukan hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga
2. Saling membantu dan menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan penidikan.
Bagi Ghazali , profesi politik meliputi empat departemen
1. Departemen agraria untuk menjamin kepastian hak atas tanah
2. Departemen pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara
3. Departemen ketahanan
4. Kejaksaan
  Kesemuanya untuk menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga dari pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri.[11]
D.    Pokok Masalah Filsafat Politik
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown 1986, p. ), 
logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.   
pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.[12]

E.     Metode dan Pendekatan Filsafat Politik
dari segi metode, menjawab pertanyaan normative
1.      Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.       Pendekatan sebagian
         pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
         Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.  
b.      Pendekatan sistematis
         berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
         pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.[13]

2.      Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a.       Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
b.      Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.[14]


PENUTUP

Kesimpulan

Filsafat politik klasik senantiasa bermuara pada etika, yang pada masa itu menduduki tempat paling mulia di antara segala cabang filsafat. Persoalan yang dikemukakan dan pertanyaan yang di ajukan merupakan abstraksi moral yang bersumber dari upaya untuk memberi arti dan makna bagi kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian ada tujuan lebih pasti dan lebih agung yang hendak dicapai, kendati harus melewati perjuangan yang tidak kunjung selesai. Dalam filsafat politik modern, pokok persoalan yang utama adalah masalah individu dan hak-hak miliknya. Itu terlihat jelas lewat tema-tema pembahasan filsafat politik masa kini yang berkisar pada soal kebebasan, otoritas, hak-hak asasi manusia, demokrasi, hak dan kewajiban, keadilan dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

[1] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu , 25-05-2013, 12.05.
[2] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-05-2013, 12.05.
[3] Ibid, hal. 170-172

[4] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-05-2013. 12.05
[5] Ibid., hlm. 303
[6] Ibid., hlm. 303
[7] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.
[8] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.
[9] K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. 1998. Refleksi Atas Persoalan Keislaman. Yogyakarta : Mizan, halaman 48.
[10] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 75.
[11] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 81-91.
[12] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-05-2013, 12.05.
[13] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-05-2013, 12.05.
[14] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-05-2013, 12.05.
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar