BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan
Dibuatnya makalah ini guna memberikan pengetahun
kepada manusia tentang pentingnya landasan moral suatu individu. Terutama dalam
urusan ber-Muamalah diantara umat manusia . Mengingat perkembangan zaman dan
Era Global jugalah, yang memberikan warna tersendiiri dalam ber Muamalah antar
Umat khususnya dalam urusan Perdagangan. Disini akan mengulas beberapa definisi
mengenai perdagangan dengan mengangkat fenomena yang ada, sehingga dapat
menjadi kaca perbandingan menuju arah yang lebih baik. Dengan beberapa konflik
ataupun permasalahan pada saat ini antaralain:
a) Kurangnya
Nilai Moral Manusia
b) Kurang
memahami serta menjiwai Unsur-unsur didalam perdagangan
Maka dari itu , kami akan berusaha
memberikan beberapa ulasan mengenahi dasar-dasar Moral dan Etika dalam cara
dagang di Era Global ini. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca yang
Budiman.
B. Tujuan penulisan
1
Memberikan
pengetahuan tentang Berdagang yang baik secara Islam
2
Menanggapi
beberapa fenomena perdagangan Era Global
3
Memberikan
Gambaran tentang perdagangan islam menurut syarat dan rukunnya.
4
Memberikan
landasan Moral sebagai hal yang wajib di anut oleh umat manusia
5
Meningkatkan
Moral dan Akhlak sebagai bekal kehidupan yang Mardhotillah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PERDAGANGAN
1.
Secara
Umum
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya
adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual
barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh keuntungan.
Perdagangan merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara.Giatnya aktivitas
perdagangan suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya
serta menjadi tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri.Sehingga bisa
dibilang perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara.Melalui
perdagangan pula suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan negara
tetangga sehingga secara tidak langsung perdagangan juga berhubungan erat
dengan dunia politik.[1]
2.
Menurut
Tokoh
Menurut MARWATI DJOENED: Perdagangan
adalah kegiatan ekonomi yang mengaitkan antara para produsen dan konsumen.
Sebagai kegiatan distribusi, perdagangan menjamin peredaran, penyebaran, dan
pemyediaan barang melalui mekanisme pasar.
Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi),
yaitu segala perbuatan perantara antara produsen dan konsumen.Hukum Dagang di
Indonesia bersumber pada KUHD mulaberlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848.Saat
ini alat tukar yang digunakan adalah uang.[2]
Pada
pokoknya perdagangan mempunyai tugas untuk :
a. Membawa
/ memindahkan barang-barang dari tempat-tempat yang berkelebihan (surplus) ke
tempat-tempat yang kekurangan (minus).
b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke
konsumen.
c. Menimbun
dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam
bahaya kekurangan.[3]
B.
DAGANG
DALAM ISLAM
Agama
Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam,
dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur
bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar
mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.[4]
Secara etimologi perdagangan yang
intinya jual beli, berarti saling menukar. Al-Bai' arti nya menjual, mengganti
dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lainya) dan asy-Syira' artinya beli,
adalah dua kata yang dipergunakan dalam pengertian yang sama tapi sebenarnya
berbeda.
Sedangkan pengertian al-Bai' secara terminologi,
para ahli fikih menyampaikan definisi perdagangan yang berbeda-beda antara lain
sebagai berikut:
a.
Menurut
ahli fikih.
1) madzhab
Hanafiyah
perdagangan adalah : "Menukarkan harta dengan
harta melalui tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenangi
dengan sesuatu yang lain melalui tatacara tertentu yang dapat dipahami sebagai
al-Bai', seperti melalui ijab dan Ta'athi (saling menyerahkan)."
2) Imam
Nawawi
menyampaikan definisi perdaganan sebagai berikut :
"Mempertukarkan harta dengan harta untuk tujuan pemilikan"
3) Ibn
Qodamah
"Mempertukarkan harta dengan harta untuk
tujuan pemilikan dan menyerahkan milik"
4) Menurut
al-Qurthubi
at-Tijarah merupakan sebutan untuk kegiatan tukar
menukar barang didalamnya mencakup bentuk jual beli yang di bolehkan dan
memiliki tujuan.
Di jelaskan dalam surat An-nisa (29) tersebut dapat
dipahami bahwa perdagangan merupakan salah satu profesi yang telah dihalalkan
oleh Allah dengan syarat semua aktivitas yang dilakukan harus beiandaskan
kepada suka sama suka dan bebas dari unsur riba.[5]
Agama Islam memang menghalalkan usaha perdagangan,
perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan
usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada
aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di
bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan
akhirat.
b.
Etika
perdagangan Islam
Perdagangan menurut aturan Islam,
menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam
melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika
perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan
maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia
dan di akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli,
masing-masing akan saling mendapat keuntungan.Adapun tersebut antara lain:
1
Shidiq
(Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan
usaha jual beli.Jujur dalam arti luas.Tidak berbohong, tidak menipu, tidak
mcngada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain
sebagainya.Mengapa harus jujur? Karena berbagai tindakan tidak jujur selain
merupakan perbuatan yang jelas-jelas berdosa, –jika biasa dilakukan dalam
berdagang– juga akan mewarnal dan berpengaruh negatif kepada kehidupan pribadi
dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan tindakan
yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
Dalam Al Qur’an, keharusan bersikap
jujur dalam berdagang, berniaga dan atau jual beli, sudah diterangkan dengan
sangat jelas dan tegas yang antara lain kejujuran tersebu –di beberapa ayat–
dihuhungkan dengan pelaksanaan timbangan, sebagaimana firman Allah SWT: ”Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (Q.S Al An’aam(6): 152).[6]
Firman Allah SWT:”Sempurnakanlah takaran
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (Q.S
AsySyu’araa(26): 181-183)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.ItuIah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S Al lsraa(17): 35)
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Q.S Ar Rahmaan(55): 9)[7]
Dengan hanya menyimak ketiga ayat tersebut di atas,
maka kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa; sesungguhnya Allah SWT telah
menganjurkan kepada seluruh ummat manusia pada umumnya, dan kepada para
pedagang khususnya untuk berlaku jujur dalam menimbang, menakar dan mengukur
barang dagangan. Penyimpangan dalam menimbang, menakar dan mengukur yang
merupakan wujud kecurangan dalam perdagangan, sekalipun tidak begitu nampak
kerugian dan kerusakan yang diakibatkannya pada manusia ketimbang tindak
kejahatan yang lehih besar lagi seperti; perampokan, perampasan, pencu rian,
korupsi, manipulasi, pemalsuan dan yang lainnya, nyatanya tetap diharamkan oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya. Mengapa? Jawabnya adalah; karena kebiasaan melakukan
kecurangan menimbang, menakar dan mengukur dalam dunia perdagangan, akan
menjadi cikal baka! dari bentuk kejahatan lain yang jauh lebih besar. Sehingga
nampak pula bahwa adanya pengharaman serta larangan dari Islam tersebut,
merupakan pencerminan dan sikap dan tindakan yang begitu bijak yakni,
pencegahan sejak dini dari setiap bentuk kejahatan manusia yang akan merugikan
manusia itu sendiri.[8]
Di samping itu, tindak penyimpangan dan atau
kecurangan menimbang, menakar dan mengukur dalam dunia perdagangan, merupakan
suatu perbuatan yang sangat keji dan culas, lantaran tindak kejahatan tersebut
bersembunyi pada hukum dagang yang telah disahkan baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, atau mengatasnamakan jua! beli atas dasar suka sama suka, yang juga
telah disahkan oleh agama.
Jikapencurian, pemerasan, perampasan,
–sudah jelas– merupakan tindakan memakan harta orang lain dengan cara batil,
yang dilakukan dengan jalan terang-terangan. Namun tindak penyimpangan dan atau
kecurangan dalam menimbang, menakar dan mengukur barang dagangan, merupakan
kejahatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.Sehingga para pedagang yang
melakukan kecurangan tersebut, pada hakikatnya adalah juga pencuri, perampok
dan perampas dan atau penjahat, hanya mereka bersembunyi di balik lambang
keadilan yakni, timbangan, takaran dan ukuran yang mereka gunakan dalam
perdagangan. Dengan demikian, tidak ada bedanya! Mereka sama-sama penjahat.Maka
alangkah kejinya tindakan mereka itu. Sehingga wajar, jika Allah SWT dan
Rasul-Nya mengharamkan perbuatan tersebut, dan wajar pula jika para pelakunya
diancam Allah SWT; akan menerima azab dan siksa yang pedih di akhirat kelak,
sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Qur’an:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain,
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi.Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam ini.” (Q.S Al Muthaffifiin (83):
1-6)
Selain ancaman azab dan siksa di akhirat
kelak –bagi orang-orang yang melakukan berbagai bentuk penyimpangan dan
kecurangan dalam menakar, menimhang dan mengukur barang dagangan mereka–,
sesungguhnya Al Qur’an juga telah menuturkan dengan jelas dan tegas kisah
onang-orang Madyan yang terpaksa harus menerima siksa dunia dari Allah SWT,
lantaran menolak peringatan dari Nabi mereka Syuaib as.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada
penduduk Madyan saudara mereka Syuaib. Ia berkata:”Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman”. (Q.S Al A’raaf(7): 85)
Firman Allah SWT:“Dan tatkala datang
azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dia
dengan Rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara
yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpang an di temnpat
tinggalnya.” (Q.S Hud(11): 94)
Kedua ayat tersebut di atas, hendaknya
menjadi peringatan bagi kita, bahwa ternyata perbuatan curang dalam menimbang,
menakar dan mengukur barang dagangan, sama sekali tidak memberikan keuntungan,
kehahagiaan bagi para pelakunya, bahkan hanya menimbulkan murka Allah.
Sedangkan azab dan siksa serta hukuman bagi para pelaku kejahatan tersebut,
nyatanya tidak selalu diturunkan Allah SWTI kelak dii akhirat saja, namun juga
diturunkan di dunia.
Oleh sebab itu, Rasulullah SAW –dalam
banyak haditsnya–, kerapkali mengingatkan para pedagang untuk berlaku jujur
dalam berdagang.Sabda Rasulullah SAW:”Wahai para pedagang, hindarilah
kebohongan”. (HR. Thabrani)
“Seutama-utama usaha dari seseorang
adalah usaha para pedagang yang bila berbicara tidak berbohiong, bila dipercaya
tidak berkhianat, bila berjanji tidak ingkar, bila membeli tidak menyesal, bila
menjual tidak mengada -gada, bila mempunyai kewajiban tidak menundanya dan bila
mempunyai hak tidak menyulitkan”. (HR. Ahmad, Thabrani dan Hakim)
“Pedagang dan pembeli keduanya boleh memilih selagi
belum berpisah. Apabila keduanya jujur dan terang-terangan, maka jual belinya
akan diberkahi. Dan apabila keduanya tidak rnau berterus terang serta
berbohong, maka jual belinya tidak diberkahi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW menegaskan pula, bahwa pedagang yang
jujur dalam melaksakan jual beli, di akhirat kelak akan ditempatkan di tempat
yang mulia. Suatu ketika akan bersama- sama para Nabi dan para Syahid. Suatu
ketika di bawah Arsy, dan ketika lain akan berada di suatu tempat yang tidak
terhalang baginya masuk ke dalam surga.
Sabda Rasulullah SAW:“Pedagang yang jujur serta
terpercaya (tempatnya) bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan
orang-orang yang mati Syahid pada hari kiamat”. (HR. Bukhari, Hakim, Tirmidzi
dan Ibnu Majjah)
“Pedagang yang jujur di bawah Arsy pada hari
kiamat”. (HR. Al-Ashbihani)
“Pedagang yang jujur tidak terhalang dari
pintu-pintu surga”. (HR. Tirmidzi)
Allah Ta’ala berfirman (dalam hadits Qudsi):
“Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat
dalam usaha (dagang) selama yang seorang tidak berkhianat (curang) kepada yang
lainnya.Apabila berlaku curang, maka Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
“Sesama Muslim adalah saudara.Oleh karena itu
seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, namun
ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR. Ahmad dan lbnu Majaah)
“Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang
dengan tidak menerangkan (cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang
yang tahu (cacal) itu, tapi tidak menerangkannya.” (HR. Baihaqie)
“Sebaik-baik orang Mu‘min itu ialah,
mudah cara menjualnya, mudah cara membelinya, mudah cara membayarnya dan mudah
cara menagihnya.” (HR. Thabarani) [9]
2
Amanah
(Tanggungjawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha
dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya
tersebut.Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah
(kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya.
Sudah kita singgung sebelumnya bahwa –dalam
pandangan Islam– setiap pekerjaan manusia adalah mulia. Berdagang, berniaga dan
ataujual beli juga merupakan suatu pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara
lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa
untuk kepentingan hidup dan kehidupannya.
Dengan demikian, kewajiban dan tanggungjawab para
pedagang antara lain: menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat
dengan harga yang wajar, jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang
memadai. Dan oleh sebab itu, tindakan yang sangat dilarang oleh Islam
–sehubungan dengan adanya tugas, kewajiban dan tanggung jawab dan para pedagang
tersebut– adalah menimbun barang dagangan.
Menimbun barang dagangan dengan tujuan
meningkatkan pemintaan dengan harga selangit sesuai keinginan penimbun barang,
merupakan salah satu bentuk kecurangan dari para pedagang dalam rangka
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
Menimbun barang dagangan –terutama barangbarang
kehutuhan pokok– dilarang keras oleh Islam! Lantaran perbuatan tersebut hanya
akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Dan dalam prakteknya, penimbunan
barang kebutuhan pokok masyarakat oleh sementara pedagang akan menimbulkan atau
akan diikuti oleh berhagai hal yang negatifseperti; harga-harga barang di pasar
melonjak tak terkendali, barang-barang tertentu sulit didapat, keseimbangan
permintaan dan penawaran terganggu, munculnya para spekulan yang memanfaatkan
kesempatan dengan mencari keuntungan di atas kesengsaraan masyarakat dan lain
sebagainya.
Ada banyak hadits Rasulullah yang menyinggung tentang
penimbunan barang dagangan, baik dalam bentuk peringatan, larangan maupun
ancaman, yang .ntara lain sebagai berikut:
Sabda Rasulullah (yang
artinya):
“Allah
tidak akan berbelas kasihan terhadap orang-orang yang tidak mempunyai belas
kasihan terhadap orang lain.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap
makanan kaum Muslimin, Allah akan menimpanya dengan kerugian atau akan terkena
penyakit lepra.” (HR. Ahmad)
“Orang yang mendatangkan barang dagangan untuk
dijual, selalu akan memperoleh rejeki, dan orang yang menimbun barang
dagangannya akan dilaknat Allah.” (HR. lbnu Majjah)
“Barangsiapa yang menimbun makanan, maka ia adalah
orang yang berdosa.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
“Barangsiapa yang menimbun makanan
selama 40 hari, maka ia akan lepas dari tanggung jawab Allah dan Allah pun akan
cuci tangan dari perbuatannya.” (HR. Ahmad)[10]
3
Tidak
Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat
adalah pasar.Hal ii lantaran pasar atau termpat di mana orang jual beli itu
dianggap sebagal sebuah tempat yang di dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah
palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah
manusia lainnya.
Sabda Rasulullah SAW:
“Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburk-buruk
tempat adalah pasar”. (HR. Thabrani).“Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk
golonganku”. (HR. Bukhari)
Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus
dengan nama Allah. Dan jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan
jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah fatal.
Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu
memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi
secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang
dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah
palsu, akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.
Sabda Rasulullah SAW:
“Jangan bersumpah kecuali dengan nama Allah.
Barangsiapa bersumpah dengan nama Allah, dia harus jujur (benar). Barangsiapa
disumpah dengan nama Allah ia harus rela (setuju). Jika tidak rela (tidak
setuju), niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (HR. lbnu Majaah dan
Aththusi)
“Ada tiga kelompok orang yang kelak pada hari kiamat
Allah tidak akan berkata-kata, tidak akan melihat, tidak akanpula mensucikan
mereka.Bagi mereka azab yang pedih.Abu Dzarr berkata, “Rasulullah
mengulang-ulangi ucapannya itu, dan aku hertanya,” Siapakah mereka itu, ya
Rasulullah?”Beliau menjawab, “Orang yang pakaiannya menyentuh tanah karena
kesombongannya, orang yang menyiarkan pemberiannya (mempublikasikan
kebaikannya), dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR.
Muslim)
“Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan
adalah penghapus barokah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sumpah (janji) palsu menjadikan barang dagangan
laris, (tetapi) menghapus keberkah an”. (HR. Tirmidzi, Nasal dan Abu Dawud)
“Berhati-hatilah, jangan kamu bersumpah dalam
penjualan.Itu memang melariskan jualan tapi menghilangkan barokah (memusnahkan
perdagangan).” (HR. Muslim)
Sementara itu, apa yang kita alami selama ini, jual
beli, perdagangan dan atau perniagaan di zaman sekarang –terutama di
pasar-pasar bcbas– tidak banyak lagi diketemukan orang yang mau memperhatikan
etiket perdagangan Islam. Bahkan nyaris, setiap orang –penjual maupun pembeli–
tidak mampu lagi membedakan barang yang halal dan yang haram, dimnana keadaan
ini sesungguhnya sudah disinyalir akan terjadi oleh Rasulullah SAW, sebagaimana
dinyatakan dalam haditsnya.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: “Akan
datang pada manusia suatu zaman yang seseorang tidak memperhatikan apakah yang
diambilnya itu dan barang yang halal atau haram.” (HR. Bukhari)[11]
Memang sangat disayangkan, mengapa hal seperti ini
harus terjadi? Sementara tidak hanya sekali saja Rasulullah SAW memberi peringatan
kepada para pedagang untuk berbuat jujur, tidak menipu dalam berjual beli agar
tidak merugikan orang lain. Sehagaimana pernyataan beberapa hadits di bawah
ini:
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah seseorang menjual akan suatu barang yang telah dibeli oleh orang
lain”. (HR. Bukhari)
Dari lbnu Umar: Bahwa seorang laki-laki menyatakan
pada Nabi SAW bahwa ia tertipu ketika berjual heli. Maka Nabi menyatakan: “Jika
engkau berjualbeli maka katakanlah: Tidak boleh menipu”. (HR. Bukhari)
4
Menepati
Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati
janjinya, baik kepada para pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih
lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya kepada Allah SWT.
Janji yang harus ditepati oleh para pedagang
kepada para pembeli misalnya; tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang
kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan
perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi dan lain
sebagainya.Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang
misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Sementara janji kepada Allah yang harus ditepati
oleh para pedagang Muslim misalnya adalah shalatnya. Sebagaimana Firman Allah
dalam Al Qur’an:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyaknya supaya kamu beruntung.Dan apabila mereka melihat perniagaan
atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadaNya dan mereka tinggalkan kamu
sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: ”Apa yang di sisi Allah adalah lebih
baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezki”
(Q.S Al Jumu’ah (62):10-11)
Dengan demikian, sesibuk-sibuknya urusan
dagang, urusan bisnis dan atau urusan jual beli yang sedang ditangani –sebagai
pedagang Muslim– janganlah pernah sekali-kali meninggalkan shalat.Lantaran
Allah SWT masih memberi kesempatan yang sangat luas kepada kita untuk mencari
dan mendapatkan rejeki setelah shalat, yakni yang tercermin melalui
perintah-Nya; bertebaran di muka bumi dengan mengingat Allah SWT banyak- banyak
supaya beruntung.[12]
5
Murah
Hati
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar
para pedagang selalu bermurah hati dalam melaksanakan jual beli.Murah hati
dalam pengertian; ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun
tetap penuh tanggungjawab.
Sabda Rasulullah SAW:“Allah berbelas kasih kepada
orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut
hak”. (HR. Bukhari)“Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang
mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”. (HR. Aththahawi)
6
Tidak
Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan
melaksanakan kewajiban Syariat Islam adalah perdagangan akhirat.Keuntungan
akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan dunia.Maka para pedagang Muslim
sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari
keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat.Sehingga jika datang waktu
shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis waktunya.Alangkah baiknya,
jika mereka bergegas bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah, ketika adzan
telah dikumandangkan. Begitu pula dengan pelaksanaan kewajiban memenuhi rukun
Islam yang lain. Sekali-kali seorang pedagang Muslim hendaknya tidak melalaikan
kewajiban agamanya dengan alasan kesibukan perdagangan.
Sejarah telah mencatat, bahwa dengan
berpedoman kepada etika perdagangan Islam sebagaimana tersebut di atas, maka
para pedagang Arab Islam tempo dulu mampu mengalami masa kejayaannya, sehinga
mereka dapat terkenal di hampir seluruh penjuru dunia.
C.
MACAM
JUAL BELI DALAM ISLAM
Beberapa macam jual
beli yang diakui Islam antara lain adalah:
a)
Jual beli barang
dengan uang tunai
b) Jual
Beli barang dengan barang (muqayadlah/barter)
c) Jual
beli uang dengan uang (Sharf)
d) Jual
Utang dengan barang, yaitu jual beli Salam (penjualan barang dengan hanya
menyebutkan ciri-ciri dan sifatnya kepada pembeli dengan uang kontan dan
barangnya diserahkan kemudian)
e) Jual beli Murabahah ( Suatu penjualan barang
seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang
membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.
Karakteristik Murabahah adalah si penjual harus memberitahu pembeli tentang
harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada
biaya tersebut.”[13]
D.
Syarat
dan Rukun Jual Beli dalam Islam
Jual Beli bisa didefinisikan sebagai:
Suatu transaksi pemindahan pemilikan suatu barang dari satu pihak (penjual) ke
pihak lain (pembeli) dengan imbalan suatu barang lain atau uang.Atau dengan
kata lain, jual beli itu adalah ijab dan qabul,yaitu suatu proses penyerahan
dan penerimaan dalam transaksi barang atau jasa.Islam mensyaratkan adanya
saling rela antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Hadits riwayat Ibnu
Hibban dan Ibnu Majah menjelaskan hal tersebut:
تَرَاضٍ عَنْ الْبَيْعُ إِنَّمَا
“Sesungguhnya
Jual Beli itu haruslah dengan saling suka sama suka.”
Oleh karena kerelaan adalah perkara yang
tersembunyi, maka ketergantungan hukum sah tidaknya jual beli itu dilihat dari
cara-cara yang nampak (dhahir) yang menunjukkan suka sama suka, seperti adanya
ucapan penyerahan dan penerimaan.
Dan jual beli (perdagangan) adalah
termasuk dalam katagori muamalah yang dihalalkan oleh Allah, sebagaimana
firman-Nya:
الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ
“Dan
Allah telah menghalalkan jual beli.” (Q.S. Al Baqarah: 275).
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam tafsir ayat diatas
mengatakan: “Apa-apa yang bermanfaat bagi hamba-Nya maka Allah memperbolehkannya
dan apa-apa yang memadharatkannya maka Dia melarangnya bagi mereka”.
Dari ayat ini para ulama mengambil sebuah kaidah
bahwa seluruh bentuk jual beli hukum asalnya boleh kecuali jual beli yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Yaitu setiap transaksi jual beli yang tidak
memenuhi syarat sahnya atau terdapat larangan dalam unsur jual-beli tersebut.[14]
a)
Rukuhn
Jual Beli
Jual beli memiliki 3
(tiga) rukun:
I.
Al- ‘Aqid (orang
yang melakukan transaksi/penjual dan pembeli),
II.
Al-‘Aqd (transaksi),
III.
Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup
barang dan uang).
b)
Syarat
Jual Beli
I.
Al- ‘Aqid
(penjual dan pembeli) haruslah seorang yang merdeka, berakal (tidak gila), dan
baligh atau mumayyiz (sudah dapat membedakan baik/buruk atau najis/suci,
mengerti hitungan harga).Seorang budak apabila melakukan transaksi jual beli
tidak sah kecuali atas izin dari tuannya, karena ia dan harta yang ada di
tangannya adalah milik tuannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi: “Barangsiapa
menjual seorang budak yang memiliki harta, maka hartanya itu milik penjualnya,
kecuali jika pembeli mensyaratkan juga membeli apa yang dimiliki oleh budak
itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).Demikian pula orang gila dan anak kecil (belum
baligh) tidak sah jual-belinya, berdasarkan firman Allah:
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin.Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”. (QS.
An-Nisaa’: 6).[15]
Para ulama ahli tafsir mengatakan:“Ujilah mereka
supaya kalian mengetahui kepintarannya”, dengan demikian anak-anak yang belum
memiliki kecakapan dalam melakukan transaksi tidak diperbolehkan melakukannya
hingga ia baligh. Dan di dalam ayat ini juga Allah melarang menyerahkan harta
kepada orang yang tidak bisa mengendalikan harta.
II.
Penjual dan
pembeli harus saling ridha dan tidak ada unsur keterpaksaan dari pihak manapun
meskipun tidak diungkapkan.Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (Q.S. An-Nisaa’:
29).Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan
suka rela.” (HR. Ibnu Majah II/737 no. 2185 dan Ibnu Hibban no. 4967)
Maka tidak sah jual-beli orang yang
dipaksa. Akan tetapi di sana ada kondisi tertentu yang mana boleh seseorang
dipaksa menjual harta miliknya, seperti bila seseorang memiliki hutang kepada
pihak lain dan sengaja tidak mau membayarnya, maka pihak yang berwenang boleh
memaksa orang tersebut untuk menjual hartanya, lalu membayarkan hutangnya, bila
dia tetap tidak mau menjualnya maka dia boleh melaporkan kepada pihak yang
berwenang agar menyelesaikan kasusnya atau memberikan hukuman kepadanya (bisa dengan
penjara atau selainnya). Nabi bersabda: “Orang kaya yang sengaja menunda-nunda
pembayaran hutangnya telah berbuat zhalim. Maka dia berhak diberikan sanksi.”
(HR. Abu Daud)
III.
Al-‘Aqdu
(transaksi/ijab-qabul) dari penjual dan pembeli.
Ijab (penawaran) yaitu si penjual
mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”.Dan Qabul (penerimaan)
yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya beli”.
Di dalam hal ini ada dua pendapat:
Pendapat pertama: Mayoritas ulama dalam mazhab
Syafi’i mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk
jual-beli, maka tidak sah jual-beli yang dilakukan tanpa mengucapkan lafaz
“saya jual… dan saya beli…”[16].
Pendapat kedua: Tidak mensyaratkan
mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli. Bahkan imam Nawawi
-pemuka ulama dalam mazhab Syafi’i- melemahkan pendapat pertama dan memilih
pendapat yang tidak mensyaratkan ijab-qabul dalam aqad jual beli yang merupakan
mazhab maliki dan hanbali. (lihat. Raudhatuthalibin 3/5).
Dalil pendapat kedua sangat kuat, karena Allah dalam
surat An-Nisa’ hanya mensyaratkan saling ridha antara penjual dan pembeli dan
tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul.Dan saling ridha antara penjual
dan pembeli sebagaimana diketahui dengan lafaz ijab-qabul juga dapat diketahui
dengan adanya qarinah (perbuatan seseorang dengan mengambil barang lalu
membayarnya tanpa ada ucapan apa-apa dari kedua belah pihak). Dan tidak ada
riwayat dari nabi atau para sahabat yang menjelaskan lafaz ijab-qabul, andaikan
lafaz tersebut merupakan syarat tentulah akan diriwayatkan. (lihat. Kifayatul
akhyar hal.283, Al Mumti’ 8/106).
Imam Baijuri –seorang ulama dalam mazhab Syafi’i-
berkata, “mengikuti pendapat yang mengatakan lafaz ijab-qabul tidak wajib
sangat baik, agar tidak berdosa orang yang tidak mengucapkannya… malah orang
yang mengucapkan lafaz ijab-qabul saat berjual beli akan ditertawakan…” (lihat.
Hasyiyah Ibnu Qasim 1/507).
Dengan demikian boleh membeli barang
dengan meletakkan uang pada mesin lalu barangnya keluar dan diambil atau
mengambil barang dari rak di super market dan membayar di kasir tanpa ada lafaz
ijab-qabul.Wallahu a’lam.
IV.
Al-Ma’qud
‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang ).
Al-Ma’qud ‘Alaihi memiliki beberapa
syarat:
v .Barang
yang diperjual-belikan memiliki manfaat yang dibenarkan syariat, bukan najis
dan bukan benda yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
ثَمَنَهُ حَرَّمَ شَىْءٍ أَكْلَ
قَوْمٍ عَلَى حَرَّمَ إِذَا اللَّهَ
إِنَّ
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu
kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu
Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih)
Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan
barang-barang haram sebagai berikut: Minuman keras dengan berbagai macam
jenisnya, bangkai, babi, anjing dan patung. Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
وَالأَصْنَامِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْمَيْتَةِ الْخَمْرِ بَيْعَ حَرَّمَ
وَرَسُولَهُ اللَّهَ إِنَّ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dalam hadist yang lain riwayat Ibnu Mas’ud beliau
berkata:
“Sesungguhnya
Nabi Saw melarang (makan) harga anjing, bayaran pelacur dan hasil perdukunan”.
(HR. Bukhari dan Muslim)[17]
Termasuk dalam barang-barang yang haram
diperjual-belikan ialah Kaset atau VCD musik dan porno.Maka uang hasil
keuntungan menjual barang ini tidak halal dan tentunya tidak berkah, karena
musik telah diharamkan Allah dan rasul-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:“Akan ada diantara umatku sekelompok orang yang menghalalkan
zina, sutera, khamr dan alat musik”. (HR. Bukhari no.5590)
v Barang
yang dijual harus barang yang telah dimilikinya. Dan kepemilikan sebuah barang
dari hasil pembelian sebuah barang menjadi sempurna dengan terjadinya transaksi
dan serah-terima.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dia bertanya
kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang seseorang yang datang ke
tokonya untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak ada
di tokonya, kemudian dia mengambil uang orang tersebut dan membeli barang yang
diinginkan dari toko lain, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab:
“jangan
engkau jual barang yang tidak engkau miliki!” (HR. Abu Daud II/305 no.3503)
Dan tidak boleh hukumnya menjual barang
yang telah dibeli namun belum terjadi serah-terima barang.Diriwayatkan dari
Hakim bin Hizam, ia berkata, “aku bertanya kepada rasulullah, jual-beli apakah
yang diharamkan dan yang dihalalkan? Beliau bersabda, “hai keponakanku!Bila
engkau membeli barang jangan dijual sebelum terjadi serah terima”. (HR. Ahmad)
v Barang
yang dijual bisa diserahkan kepada sipembeli,
maka tidak sah menjual mobil, motor atau handphone
miliknya yang dicuri oleh orang lain dan belum kembali. Demikian tidak sah
menjual burung di udara atau ikan di kolam yang belum di tangkap, hal ini
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Abu Said,
ia berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang membeli
hamba sahaya yang kabur”. (HR.Ahmad)[18]
v Barang
yang diperjual-belikan dan harganya harus diketahui oleh pembeli dan penjual.
Barang bisa diketahui dengan cara melihat fisiknya,
atau mendengar penjelasan dari si penjual, kecuali untuk barang yang bila
dibuka bungkusnya akan menjadi rusak seperti; telur, kelapa, durian, semangka
dan selainnya. Maka sah jual beli tanpa melihat isinya dan si pembeli tidak
berhak mengembalikan barang yang dibelinya seandainya didapati isi rusak
kecuali dia mensyaratkan di saat akad jual-beli akan mengembalikan barang
tersebut bilamana isinya rusak atau si penjual bermaksud menipu si pembeli
dengan cara membuka sebuah semangka yang bagus, atau jeruk yang manis rasanya
dan memajangnya sebagai contoh padahal dia tahu bahwa sebagian besar semangka
dan jeruk yang dimilikinya bukan dari jenis contoh yang dipajang. Maka ini
termasuk jual-beli gharar (penipuan) yang diharamkan syariat. Karena nabi
shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli yang mengandung unsur gharar
(ketidak jelasan/penipuan). (HR. Muslim)
Adapun harga barang bisa diketahui
dengan cara menanyakan langsung kepada si penjual atau dengan melihat harga
yang tertera pada barang, kecuali bila harga yang ditulis pada barang tersebut
direkayasa dan bukan harga sesungguhnya, ini juga termasuk jual-beli gharar
(penipuan). wallahu a’lamu bish-showab.Demikianlah penjelasan singkat tentang
rukun dan syarat sahnya jual beli. Semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi
kita semua.[19]
E.
FENOMENA
PERDAGANGAN ERA GLOBAL
Pada zaman yang modern ini perdagangan
adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan
menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.[20]
Secara khusus dibidang perekonomian,
banyak hal terasa lebih mudah dari sebelumnya.Seperti pengolahan faktor
produksi, desain produk, pengangkutan hasil produksi, promosi dan penjualan,
dan masih banyak lagi. Hal ini terjadi karena munculnya berbagai teknologi baru
yang mendukung untuk memudahkan
pekerjaan-pekerjaan dalam bidang tersebut. Munculnya berbagai teknologi
dan berbagai media elektronik yang canggih menjadi jawaban atas perkembangan
diberbagai bidang di negara Indonesia saat ini.Tidak jauh adalah internet dan
berbagai media elektronik yang mendukung penggunaannya, Seperti gadget-gadget
yang kini sedang populer, Laptop, Smarphone, dan masih banyak lagi.Hal itu
sangat menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia, bahkan termasuk kemajuan
diantara rakyat Indonesia itu sendiri.[21]
Namun terlepas dari segudang keuntungan
yang dimiliki, ternyata kita tidak bisa menghindari kalau globalisasi juga
memberikan pengaruh yang kurang bahkan sama sekali tidak diharapkan untuk
terjadi di perekonomian negara Indonesia. Indonesia adalah negara yang memiliki
banyak hubngan secara internasional kepada negara-negara di dunia.Negara kita
melakukan perdagangan secara Internasional baik itu melalui aktivitas ekspor
maupun impor. Melalui aktivitas ekspor, Indonesia akan menjual dan mengirim
produk/hasil bumi dari negara Indonesia sendiri ke negara lain, seperti
negara-negara di kawasan Asia dan juga ke negara-negara di luar kawasan Asia
sendiri. Melalui aktivitas impor, Indonesia akan menerima/membeli kebutuhan
yang dibutuhkan oleh negara kita untuk menunjang kelanjutan kelangsungan hidup
negara kita kedepannya. Lewat kedua aktivitas ini, Indonesia selalu berhadapan
dengan Ekonomi secara global.Ekonomi yang tanpa ada batasan negara dan
diperhadapkan dengan berbagai kondisi ekonomi secara global.[22]
Dengan meluasnya globalisasi dalam
perdagangan, menyebabkan banyak ketidak murnian dalam menjalankan kegiatan ini.
Yang tidak lain melanggar dari halal haramnya sebuah fenomena perdagangan yang
tidak lagi menerapkan system yang bersih.Dan hal ini masih berlanjut hingga
detik ini. Dinama seseorang sudah tidak memokirkan akibat akhir dari system
yang tidak patut, melanggar norma-norma bahkan agama sekalipun.
F.
UPAYA
MENGATASI MASALAH PERDAGANGAN
Banyak usaha dan upaya dalam
meningkatkan system perdagangan dengan memberi beberapa landasan-landasan
akhlak serta sikap yang bermoral padadiri seseorang. Diantaranya adalah:
o
Menanamkan Sikap
dan etika berdagang yang sudah di ulas diatas tadi
o
Meningkatkan
moral dan akhlak seseorang sebelum berdagang
o
Memiliki sikap
yang jujur dan bersih serta mengutamakan akibat dari kegiatan tersebut
Dengan terlaksananya misi-misi tersebut,
maka niscaya kesejahteraan negara kita akan semakin membaiki kedepannya dan
Indonesia akan mampu berdiri kokoh ditengah-tengah arus globalisasidengan
sistem perdagangan yang bersih dan sehat.
BAB
III
PENUTUP
1)
Kesimpulan
o
Di dalam
Al-Qur'an ketentuan-ketentuan berdagang (Arab = tijaarah) diberikan secara umum
(tidak berupa teori-teori yang terperinci). Itu terdapat dalam beberapa ayat :
§ .Prinsip
jangan sampai memakan riba, al-Baqarah: 275.
§ Pencatatan transaksi yang rapi dan jujur,
al-Baqarah: 282.
§ Perniagaan
itu berdasar suka-sama suka, tidak ada pemaksaan, al-Nisaa': 29.
§ Perniagaan
tidak boleh melalaikan ibadah, al-Nur :34; al-Jum'ah : 9 - 11.
o
Upaya dalam
memperbaiki perdagangan dengan meningkatkan Akhlak dan Moral suatu individu
o
Menanamkan sikap
jujur dan bersih serat menegakkan sunnah Rosul dalam berdagang
o
Era globalisasi
harus didukung dengan adanya peningkatan moral para pedagang agar persaingan
sehat, serta menimbulkan suatu manfaat dan barokah tanpa menyimpang dari aturan
perdagangan yang halal dan sah.
[2]Wrt3. www.metrotvnews.com. Pendapatan
Per-Kapita- Indonesia Rp31, 8 Juta. Diakses Pada Minggu, 16 Desember 2012.
Pukul 09:23.
[4] Sumber :
http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OTITPvf5
Under Creative
Commons License: Attribution
[5]Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM
Edisi 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010]
[6]HADITS-HADITS SHOHIH TENTANG
KEUTAMAAN PERNIAGAAN DAN PENGUSAHA MUSLIM / Posted on April 10, 2012 | 1
Komentar. Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
[7]Sumber : http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OTITPvf5
Under Creative Commons License: Attribution
[8]
Berdagang Menurut Islam.Posted by Ryan Riyanto on Friday, July 27, 2012.Sumber
: http://aspal
putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OVZLPPLq
Under Creative Commons License: Attribution
[9]Sumber :
http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OTITPvf5
Under Creative Commons License: Attribution
[10]Sumber :
http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OTITPvf5
Under Creative Commons License: Attribution
[11]Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM
Edisi 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010]
[12]Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM
Edisi 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010]
[14]Berdagang
Menurut Islam.Posted by Ryan Riyanto on Friday, July 27, 2012.Sumber : http://aspal
putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OVZLPPLq
Under Creative Commons License: Attribution
[15]
Buchari Alma, Ajaran Islam Dalam Bisnis, (Bandung: Alfa Beta, 1994). Ghufron A.
Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
[16]Buchari
Alma, Ajaran Islam Dalam Bisnis, (Bandung: Alfa Beta, 1994). Ghufron A. Masadi,
Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
[17]
Buchari Alma, Ajaran Islam Dalam Bisnis, (Bandung: Alfa Beta, 1994). Ghufron A.
Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
[18]Sumber :
http://aspal-putih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OTITPvf5
[19]http://syarif89.wordpress.com/2012/04/12/hukum-dagang/,
24-03-1013, 12. 35.
[20]Indah
F. Carapedia.com. Pengaruh Globalisasi pada Perkembangan Ekonomi Indonesia.
Diakses Jumat, 14 Desember 2012.Pukul 07.23
[21]
[9]Admin. 2012. www.ekon.go.id. Pemerintah Targetkan Pendapatan Per Kapita
Capai USD16 Ribu di 2025. Diakses pada Minggu, 16 Desember 2012.Pukul 10:10
wib. Diposkan oleh Adi Putra Manurung di 18.29
[22]Indah F. Carapedia.com. Pengaruh
Globalisasi pada Perkembangan Ekonomi Indonesia. Diakses Jumat, 14 Desember
2012.Pukul 07.23