Melihat apa yang terjadi di masa
kejayaan islam dan masa kini, kita bisa melihat bahwa ketsiqahan dan ketaatan
kepada qiyadah merupakan hal yang mendasar dalam dakwah ini. Tanpa hal ini,
dakwah bisa dikatakan tidak ada. Lalu Apa definisi tsiqah, taat dan qiyadah
itu?
Mari kita mulai dengan pembahasan
tentang qiyadah itu apa. Qiyadah berasal dari kata qaada-yaqudu-qiyadatan
artinya menuntun atau memimpin.Dalam literature istilah kepemimpinan meliputi:
imam, khalifah, amir, walidanshultan, ketuakelas, ketua rohis, mas’ul, pemimpin
hizb juga qiyadah kita .Apapun sebutannya maknanya adalah satu, yaitu yang
memerintah dengan syari’at Allah dan sunnah Nabi-Nya. Jabatan tersebut adalah
merupakan pengganti nabi Muhammad SAW dengan tugas melaksanakan dan menegakkan
agama serta menjalankan kepemimpinan Islam. Pemimpin (qiyadah) dalam satu jamaah ibarat kepala bagi tubuh,
lambing kekuatan, persatuan, keutuhan dan disiplin shaff. Kedudukan pemimpin
tidak boleh jadi rebutan dan pelampiasan ambisi pribadi sebab kepemimpinan
adalah tanggung jawab dan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban
dihadapan Allah SWT.
Tsiqah, Imam Hasan Al Banna
menjelaskan bahwa makna tsiqah adalah ketenangan jundi terhadap qiyadahnya
dalam hal kemampuannya dan keikhlasannya yang menjadikannya semakin cinta,
menghargai, menghormati serta taat. Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya”. (QS. An-Nisaa’: 65).
Sementara taat, Imam Hasan Al Banna
menjelaskan dalam Risalah Ta’lim menjelaskan bahwa ta’at yang dimaksud adalah
bahwa anggota jama’ah(jundi) menaati perintah dan melaksanakannya.
Nah kalau kita udah tahu pengertian
semua diatas, kita masuk ke bahasan selanjutnya yuk, yaitu tentang pentingnya
dua hal diatas dalam jama’ah.
Kita mungkin sama-sama sudah tahu
bahwa dua hal diatas adalah salah dua dari rukun bai’at. Yang namanya rukun,
kalau ditinggalkan pastinya membuat sesuatu itu tidak sah atau tidak diterima.
Begitu juga dengan tsiqah dan taat, kalau ditinggalkan berarti jama’ah itu
tidak akan ada. Kalaupun ada, pasti jama’ah itu hanya nama saja, tidak ada
kesamaan visi, misi dan obsesinya. Jama’ah bohongan namanya, yang didalamnya
pasti dipenuhi oleh obsesi pribadi para anggotanya.
Tsiqah, baik jundi kepada qiyadah
ataupun qiyadah kepada jundinya, sangat penting. Si qiyadah yang percaya bahwa
jundinya mempunyai kemampuan yang cukup untuk melaksanakan semua seruan jama’ah
dan percaya bahwa jundinya akan mendukung penuh perjuangan dakwah ini. Si jundi
yang percaya dengan kemampuan qiyadahnya dan percaya bahwa apa yang diperintahkan,
dinyatakan, dilakukan oleh qiyadahnya itu benar adanya, sesuai dengan syari’at
islam dan pastinya itulah langkah terbaik yang ditempuh dan diambil.
Ketika ketsiqahan sudah tertanam
dalam hati masing-masing, maka ini bisa menjadi sebab musabab munculnya
keta’atan. Ketika si jundi sudah percaya kepada sang qiyadah, maka apapun yang
diperintahkan akan dilaksanakannya dengan penuh keta’atan. Ini bukanlah tanda
ada system kasta dalam islam, tapi keta’atan mereka itu hanya dipersembahan
untuk Allah semata. Itu hanyalah salah satu jalan menuju kehormatan sejati.
Banyak kisah dari pendahulu kita
yang memberikan penguatan tentang memang sangat besar pengaruh tsiqah dan ta’at
dalam jama’ah. Apabila keduanya itu ditunaikan, maka akan mendatangkan kemaslahatan
yang besar. Sementara apabila keduanya itu diabaikan, maka bisa mendatangkan
kamadhorotan yang besar pula. Langsung aja ke kisahnya gan..
Masih ingat kisah perang Uhud kan?
Perang yang terjadi di lembah Uhud itu bisa dikatakan bahwa umat muslim kala
itu kalah perang. Banyak sekali sahabat yang shahid di perang ini. Abu Dujanah,
Mush’ab bin Umair, Abu Thalhah dan Ziyad bin Sakan, mereka meninggalkan dunia
ini untuk menyambut kehidupan kekal di akherat. Tidak hanya para sahabat ssaja
yang banyak gugur, pada perang ini Rasulullah juga terluka cukup parah. Sampai
sempat diberitakan bahwa Rasulullah telah meninggal. Namun apasih penyebabnya
yang membuat kakalahan umat muslim ini.
Tanpa melupakan banyak hikamah dari
kakalahan di lembah Uhud ini, ada satu kejadian yang bisa dikatakan menjadi
sebab kekalahan Umat muslim. Ya, sebenarnya umat muslim pada awalnya
memenangkan peperangan ini. Strategi yang disusun oleh panglima besar
Rasulullah berhasil memukul mundur 3000 tentara musuh dengan sangat cepat.
Kemenanganpun serasa sudah di depan mata. Pasukan pemanah yang dari awal
ditempatkan oleh Rasul diatas bukit yang terletak di belakang kaum muslimin itu
melupakan pesan Rasulullah. “Berjagalah di tempat kalian ini dan lindungilah
pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kita berhasil memukul
mundur dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut menjarah.
Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah
kalian bergerak membantu.”
Pasukan pemanah itu melanggar pesan
itu, ketika pasukan muslim memukul mundur musuh, mereka malah turun ke lembah
untuk membantu mengumpulkan ghanimah. Mereka tidak menghiraukan nasehat dari
Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin mereka. Melihat pasukan pemanah yang
turun, kaum musyrikin pun balik menyerang lagi dipimpin oleh Khalid bin Walid
dan diikuti oleh Ikrimah. Akhirnya pasukan pemanah yang tersisa pun syahid dan
kekalahan lumayan telak didapat musuh.
Lain halnya dengan perang Uhud yang
mengisahkan tentang akibat besar yang di dapat karena ketidaktaatan kepada
pemimpin, kisah dibawah ini akan menunjukan hal sebaliknya, kemenangan besar
akibat ketaatan kepada pemimpin. Let’s see.
Kisah ini terjadi ketika peperangan
antara Afghanistan dan Rusia. Ketika itu pemimpin Afghanistan memerintahkan
kapada satu kompi pasukan untuk berjaga di pintu masuk perbatasan antara
Afghanistan dan Rusia. Pemimpin itu memilih seorang panglima untuk memimpin
pasukan. Pemimpin pun berpesan kepada pasukannya itu, “ Seranglah setiap
tentara Rusia yang berusaha masuk ke wilayah Afghanistan, jangan satupun dari
mereka menginjakkan kakinya di tanah ini. Tapi yang lebih penting adalah
taatilah panglimamu.”
Pasukan itu pun pergi ke perbatasan
itu. Lama mereka menunggu di perbatasan itu, pasukan Rusia tidak juga muncul. Sampai
ada mobil Rusia yang melewati perbatasan itu. Mereka siap menyerang tapi belum
juga mendapat kode dari panglimanya untuk menyerang. Mereka bertanya-tanya
dalam hati mereka, mengapa panglimanya itu tidak mengisyaratkan untuk
menyerang. Padahal mereka bisa membunuh tentara Rusia itu sesuai perintah
Pemimpin Afghanistan. Mereka akhirnya tidak tidak menyerang sampai mobil itu
tidak terlihat lagi karena mereka teringat amanah untuk menaati panglimanya
itu.
Dan tidak lama setelah itu, mobil
Rusia itu balik lagi. Mereka kini lebih siap untuk menyerang tentara rusia itu.
Tap panglima mereka tetap tidak memerintahkan mereka untuk menyerang. Padahal
ini kesempatan terakhir untuk menyerang sebelum tentara Rusia itu balik ke
wilayahnya. Mereka tambah bingung lagi dengan sikap panglimanya. Tapi mereka
yakin keputusan itu benar dan mereka ta’at untuk itu.
Akhirnya mereka melihat lebih banyak
tentara Rusia melewati perbatasan itu. Barulah panglimanya itu memerintahkan
untuk menyerang. Setelah terjadi peperangan sengit, akhirnya kemenangan milik
pasukan Afghanistan. Setelah peperangan itu, barulah pasukan Afghanistan itu
sadar bahwa keputusan panglimanya tepat. Ternyata satu mobilnya Rusia yang
lewat itu hanya memastikan bahwa jalan itu aman, tidak ada tentara Afghanistan
yang berjaga. Hingga pasukan Rusia yang lebih besar muncul. Itulah waktu yang
tepat untuk menyerang. Inilah pertempuran yang mengawali kemenangan besar
Afghanistan dari Rusia.
Akhirnya kita bisa menyimpulkan
tentang pentingnya ketsiqahan dan keta’atan kepada qiyadah itu. Cukup sudah
kisah diatas menyadarkan kita karena menurut penulis/penyusun ketsiqahan dan
keta’atan para jundi kepada qiyadahnya saat ini semakin tergerus. Kita bisa
lihat akibatnya, terlalu banyak masalah di internal kita yang membuat
produktivitas dakwah semakin berkurang. Semakin banyak barisan sakit hati dalam
dakwah ini, yang mungkin tanpa mereka sadari bahwa merekalah yang menghambat
perjalanan dakwah ini menuju kemenangan. Ayo kita saling menyadarkan
saudaranya. Ayo istighfar bareng. Tingkatkan lagi kepahaman kita.
ALLOHUAKBAR…
“MENGENAL DAN MEMAHAMI SYADZ DAN MU’ALLAL”
A. Mengenal dan Memahami Syadz
a. Pengertian Syadz
Dalam bukunya Ulumul Hadist, Abdul Majid Khon menyebutkan bahwa dari segi bahasa syadz berasal dari kata diartikan ganjil tidak sama dengan mayoritas.
Sedangkan menurut Prof. Dr. TM. Hasybi Ash-siddiqy dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Diroyah Hadis Jilid I Syadz pada lughot berarti: orang yang terasing, tersendiri dari jama’ah ramai.
Dari segi istilah ada beberapa pendapat, yaitu sebagi berikut:
1. periwayatan orang tsiqoh menyalahi periwayatan
orang yang lebih tsiqoh
2. periwayatan seorang tsiqoh sendirian dari orang-ornag yang tsiqoh lain.
3. Periwayatan seorang perawi secara sendirian baik ia tsiqoh atau tidak, baik ia menyalahi periwayatan yang lain atau tidak.
2. periwayatan seorang tsiqoh sendirian dari orang-ornag yang tsiqoh lain.
3. Periwayatan seorang perawi secara sendirian baik ia tsiqoh atau tidak, baik ia menyalahi periwayatan yang lain atau tidak.
v Sedangkan
ta’rief hadits syadz menurut lughat dalam buku Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits,
adalah: orang yang terasing, tersendiri dari jama’ah ramai.
Pada ‘uruf ahli fikih, ialah:”Pendapat yang hanya dikatakan oleh seorang saja, sedang orang ramai menyalahi pendpatnya itu.”
Pada ‘uruf ahli hadis, ialah:
“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan (orang tsiqoh) yang riwayatnya berlawanan dengan riwyat orang banyak yang kepercayaan pula, baik dengan menambah, atau dengan mengurangi.”
Pada ‘uruf ahli fikih, ialah:”Pendapat yang hanya dikatakan oleh seorang saja, sedang orang ramai menyalahi pendpatnya itu.”
Pada ‘uruf ahli hadis, ialah:
“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan (orang tsiqoh) yang riwayatnya berlawanan dengan riwyat orang banyak yang kepercayaan pula, baik dengan menambah, atau dengan mengurangi.”
v Al-Hakim
berkata:
“hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan, padahal tiada mempunyai sesuatu mutabi’. (yakni tiada mempunyai sesuatu jalan yang lain yang menguatkan riwayat itu).”
“hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan, padahal tiada mempunyai sesuatu mutabi’. (yakni tiada mempunyai sesuatu jalan yang lain yang menguatkan riwayat itu).”
v Dan
syadz itu berbeda dengan mu’allal. Mu’allal diketahui ‘illatnya yang
menunjukkan kepada telah terjadi waham padanya, sedangkan syadz tidak diketahui
‘illatnya, tetapi orang yang menelitikan hadis itu terasa bahwa pada hadis itu
ada sesuatu kesalahan.
Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa:” hadis syadz ini lebih sukar diketahui dari hadis mu’allal. Karena itu tidak dapat diketahuinya, melainkan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh ilmunya dalam bidang hadis.
Asy-Syafi’I berkata:
“Bukanlah hadits syadz itu yang hanya diriwayatkan oleh seorang kepercayaan (orang tsiqoh) yang tidak diriwayatkan oleh selainnya. Syadz itu, ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsoqoh), yang berlawanan dengan riwayat orang ramai yang kepercayaan.”
Perkataan ini memberi pengertian bahwa syadz itu ialah yang menyalahai perawi yang rajah dari padanya, walaupun hanya seorang.
Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa:” hadis syadz ini lebih sukar diketahui dari hadis mu’allal. Karena itu tidak dapat diketahuinya, melainkan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh ilmunya dalam bidang hadis.
Asy-Syafi’I berkata:
“Bukanlah hadits syadz itu yang hanya diriwayatkan oleh seorang kepercayaan (orang tsiqoh) yang tidak diriwayatkan oleh selainnya. Syadz itu, ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsoqoh), yang berlawanan dengan riwayat orang ramai yang kepercayaan.”
Perkataan ini memberi pengertian bahwa syadz itu ialah yang menyalahai perawi yang rajah dari padanya, walaupun hanya seorang.
v Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits syadz adalah hadis yang
ganjil karena hanya dia sendiri yang meriwayatkannya atau periwayatnya yang
menyalahi periwayatan orang tsiqoh atau yang lebih tsiqoh dan yang terakhir ini
pendapat yang shahih. Jika periwayatan ornag dha’if menyalahi periwayatan orang
tsiqoh disebut munkar dan jika periwayatan orang yang lebih tsiqoh menyalahi
orang tsiqoh disebut hadits mahfidz.
v Dalam
buku Metodologi Penelitian Hadis Nabi karya Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail
dikatakan bahwa pendapat imam syafi’i merupakan pendapat yang banyak diikuti
oleh ulama ahli hadis sampai saat ini. Berdasarkan pendapat imam syafi’i
tersebut maka dapat ditegaskan bahwa kemungkinan suatu sanad mengandung syadz
bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadis yang memiliki satu sanad
saja, tidak dikenal adanya kemungkinan mengandung syadz. Salah satu langkah
penelitian yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syaz pada
suatu sanad hadis adalah dengan membadingkan sanad-sanad yang ada untuk matan
yang topik pembahasannya sama atau meiliki segi kesamaan.
v Lawan
untuk hadis syaz (hadis yang mengandung syuzuz) adalah hadiz mahfudz.
Dalam buku ushulul hadis karya M. ajaj al-Khatib dikatakan bahwa oleh karena criteria Syaz adalah tafarrud (kesendirian perawinya) dan mukholafah (penyimpangan), maka apabila ada seorang perawi yang berkualitas siqoh melakukan penyendirian dalam meriwayatkan suatu hadis tanpa menyimpang dari yang lainnya, maka hadisnya shahih, bukan syadz. Seandainya ada yang menyimpang darinya yang lebih kuat karena kelebihan kualitas hafalan atau banyaknya jumlah perawi atau karena criteria terjih lainnya, maka yang rajah disebut hadis mahfudz, sedang yang marjuh disebut syadz.
Dalam buku ushulul hadis karya M. ajaj al-Khatib dikatakan bahwa oleh karena criteria Syaz adalah tafarrud (kesendirian perawinya) dan mukholafah (penyimpangan), maka apabila ada seorang perawi yang berkualitas siqoh melakukan penyendirian dalam meriwayatkan suatu hadis tanpa menyimpang dari yang lainnya, maka hadisnya shahih, bukan syadz. Seandainya ada yang menyimpang darinya yang lebih kuat karena kelebihan kualitas hafalan atau banyaknya jumlah perawi atau karena criteria terjih lainnya, maka yang rajah disebut hadis mahfudz, sedang yang marjuh disebut syadz.
v b.
Contoh Hadits Syadz
Sebagaimana hadis dha’if, syadz dapat terjadi pada sanad dan bisa terjadi pada matan. Contoh syadz pada sanad.
Hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu majah melalui jalur Ibnu Unaynah dari Amr bin Dinar dari Aisyah dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki wafat pada masa Rasulullah saw. Dan tidak meninggalkan pewaris kecuali budak yang ia merdekakannya. Nabi bertanya: “apakah ada seorang yang menjadi pewarisnya?” Mereka menjawab, “Tidak, kecuali seorang budak yang telah dimerdekakannya, kamudian Nabi menjadikannya sebagai pewaris baginya.”
Hammad bin Zaid (seorang tsiqoh, adil dan dhabit) juga meriwayatkan hadis di atas dari Amr bin Dinnar dari Ausajah, tetapi tidak menyebutkan Ibnu Abbas. Maka periwayatan Hammad bin Zaid syadz, sedang periwayatan ibnu Unaynah Mahfudz.
Sebagaimana hadis dha’if, syadz dapat terjadi pada sanad dan bisa terjadi pada matan. Contoh syadz pada sanad.
Hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu majah melalui jalur Ibnu Unaynah dari Amr bin Dinar dari Aisyah dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki wafat pada masa Rasulullah saw. Dan tidak meninggalkan pewaris kecuali budak yang ia merdekakannya. Nabi bertanya: “apakah ada seorang yang menjadi pewarisnya?” Mereka menjawab, “Tidak, kecuali seorang budak yang telah dimerdekakannya, kamudian Nabi menjadikannya sebagai pewaris baginya.”
Hammad bin Zaid (seorang tsiqoh, adil dan dhabit) juga meriwayatkan hadis di atas dari Amr bin Dinnar dari Ausajah, tetapi tidak menyebutkan Ibnu Abbas. Maka periwayatan Hammad bin Zaid syadz, sedang periwayatan ibnu Unaynah Mahfudz.
v Contoh
syadz pada matan, hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan at-Tirmidzi melalui
Abdul Wahid bin Zayyad dari Al-A’masy adri Abu Shalih dari Abu Hurairoh secara
marfu’ (Rasulullah saw. Bersabda):
Jika telah shalat dua rakaat fajar salah seorang diantara kamu hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Baihaqi berkata: periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah Syadz karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkan dari segi perbuatan nabi bukan sabda beliau. Abdul Wahid menyendiri diantata perawi tsiqoh.
Jika telah shalat dua rakaat fajar salah seorang diantara kamu hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Baihaqi berkata: periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah Syadz karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkan dari segi perbuatan nabi bukan sabda beliau. Abdul Wahid menyendiri diantata perawi tsiqoh.