aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

Cari Blog Ini

Pages

MAKALAH "KEIZEN JEPANG"


KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah menyelesaikan makalah ini. Makalah yang kami susun berjudul “BUDAYA KEIZEN”.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen fakultas tarbiyah khususnya kepada bapak dosen mata kuliyah Prilaku Budaya Dan Organisasi dan teman-teman yang secara langsung maunpun tidak hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Semoga bantuan yang diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini secara langsung maupun tidak langsung, mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami menyadari bahwa dalam menulis makalah ini, masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan sangat berguna bagi penulisan makalah selanjutnya, semoga makalah ini dapat berguna, khusunya bagi kami dan umumnya dapat memperluas pengetahuan bagi pembaca.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kaizen atau continuous improvement adalah aktivitas perubahan yang dilakukan  secara terus menerus untuk meningkatkan apa yang telah dicapai ke arah yang lebih baik. Kaizen merupakan suatu konsep dan filsafat yang berasal dari Negara Jepang tetapi sangat diterima oleh Barat sehingga menciptakan budaya yang berpengaruh. Budaya tersebut menggabungkan berbagai keunggulan dan manfaat kerjasama tim dalam kaizen dengan kekuatan individual pada masyarakat Barat. Budaya kaizen di kehidupan kita. Kitajuga mempunyai falsafah kaizen yang seharusnya kita kembangkan sendiri,sebagai contoh; Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, besok lebih baik dari hari ini. Bila hari ini sama dengan kemarin adalah merugi, bila hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah celaka.
Falsafah kaizen: Tidak ada yang terbaik, yang ada adalah lebih baik. Jangan tunda perubahan, mulailah dari diri kita, mulailah dari yang terkecil, dan mulailah dari sekarang.
            Lingkungan Keizen memiliki ruang lingkup yang tidak terbatas mulai dari diri kita sendiri, keluarga, tetangga, lingkungan masyarakat, perusahaan, bahkan lebih besar lagi negara.[1]


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Keizen
Kaizen secara harfiah berarti continuous improvement, atau improvisasi berkelanjutan. Konsep ini, pada awalnya lahir karena kekecewaan orang Jepang yang belajar kepada perusahaan di Amerika. Setelah beberapa puluh tahun, ternyata perusahaan Amerika tidak pernah melakukan perubahan atau pengembangan dalam usaha, bahkan tetap persis sama dengan berpuluh tahun yang lalu ketika mereka ke sana pertama kali. Hingga lahirlah konsep kaizen ini.
Kaizen berarti peningkatan dalam keahlian. Hal ini memiliki maksud, kaizen erat sekali berhubungan dengan kesadaran akan pencarian masalah, kreativitas dan penciptaan ide, serta implementasinya. Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan dengan lebih sederhana, bahwakaizen berarti “mengambil yang baik, membuang yang buruk dan menciptakan yang baru.” Dibuktikan dengan produk-produk mobil Jepang yang irit, murah dan ringan. Yang secara sekaligus mengganti mobil buatan Barat yang boros, berat dan mahal.
Bagi yang bekerja di perusahaan swasta terutama perusahaan Jepang tentu tidak asing lagi dengan Kaizen (baca: kai-seng). Kai = merubah dan Zen = lebih baik. Secara sederhana pengertian Kaizen adalah usaha perbaikan berkelanjutan untuk menjadi lebih baik dari kondisi sekarang. Sasaran utama dari Kaizen adalah menghilangkan 7 setan Muda (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah produk/jasa dari perspektif konsumen. Pemborosan-pemborosan itu perlu dieliminir karena menimbulkan biaya-biaya yang menyebabkan berkurangnya profit. Disamping itu konsumen tidak mau menanggung biaya-biaya yang tidak perlu tersebut.
Kaizen dilakukan oleh semua lapisan karyawan, mulai dari level operator hingga top manajemen. Dua pilar utama Kaizen adalah QCC/QCP (Quality Control Circle/Project) dan SS (Suggestion System). Budaya Kaizen di sebuah perusahaan dapat tumbuh jika ditopang oleh kedua pilar tersebut. Dan kedua pilar tersebut dibangun di atas pondasi dengan materi: Masalah.[2]
Definisi lain dari kaizen adalah:
a.    Filsafat, sikap, cara berfikir, dan cara berperilaku serta berpusat pada kekuatan kultur/kebudayaan.
b.    Suatu kebudayaan yang focus terhadap perbaikan secara terus-menerus dengan menghilangkan waste di semua dan proses, mulai dengan GEMBA (tempat kerja)
c.    Problem Solving Process.
d.   Mind set.
Menurut kaizen, kemajuan yang diraih bukanlah hasil satu atau dua lompatan besar. Kemajuan menurut kaizen dapat diraih karena perbaikan kecil tanpa henti dalam beratus-ratus bahkan beribu-ribu kali perubahan dalam menghasilkan produk atau jasa, ide tentang perbaikan biasanya berasal dari para karyawan Asumsi yang mendasari perubahan dalamkaizen adalah bahwa kesempurnaan itu sebenarnya tidak ada, artinya tidak ada kemajuan, produk, hubungan, sistem atau struktur yang sempurna. Kaizen selalu berusaha meningkatkan apa yang pernah dicapainya dan pasti selalu ada orang lain yang menemukan ruang untuk mengadakan peningkatan.
Kaizen identik dengan Siklus Rencana-Kerjakan-Periksa-Tindakan (Plan, Do, Check, Acts atauPDCA). PDCA adalah prinsip dasar untuk perbaikan secara terus-menerus. Penjabaran dari siklus PDCA adalah sebagai berikut:[3]
1.    Planning berarti memahami apa yang ingin dicapai, memahami bagaimana melakukan suatu pekerjaan, berfokus pada masalah, menemukan akar permasalahan, menciptakan solusi yang kreatif serta merencanakan implementasi yang terstruktur.
2.    Doing tidak semudah seperti yang dilihat. Didalamnya berisi pelatihan dan manajemen aktivitas. Biasanya masalah besar dan mudah sering berubah pada saat-saat terakhir. Bila terjadi kondisi seperti ini maka tidak dapat dilanjutkan lagi tetapi harus mulai dari awal kembali.
3.    Checking berarti pengecekan terhadap hasil dan membandingkan sesuai dengan yang diinginkan. Bila segala sesuatu menjadi buruk dan hasil baik tidak ditemukan, pada bagian ini keberanian, kejujuran, kecerdasan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan proses. Kata kunci ketika hasil memburuk adalah “kenapa”. Dengan dokumentasi proses yang baik maka kita dapat kembali pada titik yang mana keputusan yang salah dibuat.
4.    Acting berarti Menindak lanjuti atas apa yang didapatkan selama tahap pengecekan. Arti lainnya adalah mencapai tujuan dan menstandarisasikan proses atau belajar dari pengalaman untuk memulai lagi pada kondisi yang tepat.
2.2. Sejarah Keizen
              Setelah melalui sebuah fase sejarah spektakuler yang menciptakan nasionalisme sektarian, Jepang merasa diri menjadi besar. Lalu, muncul ambisi untuk menguasai dunia. Jepang mencanangkan diri sebagai penguasa Asia Timur Raya. Atas motif provokasi, Jepang lalu menyerang Amerika. Di pagi hari, 8 Desember 1941, pesawat dan kapal selam Jepang mengadakan serangan mengejutkan pada Amerika yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Pearl Harbor.
Pemboman ini kemudian membawa Amerika ke kancah Perang Dunia II. Amerika membalas dengan serangan telak, berupa pemboman dua kota penyangga ekonomi Jepang: Hiroshima dan Nagasaki. Dua kota itu hancur, dan Jepang terhenyak lalu mundur teratur. Kaisar Hirohito yang sangat dimuliakan rakyatnya memerintahkan agar perang dihentikan. Bala tentara Dai Nippon yang bersemboyan Asia Timur Raya akhirnya takluk tanpa syarat kepada Sekutu dalam PD II yang menelan korban jutaan orang. Seluruh pasukan yang masih tersisa ditarik kembali.
Namun, akhirnya Jepang mampu bangkit lagi dari keterpurukan yang diciptakan oleh perang. Pertanyaan yang pertama kali terlontar dari Kaisar Jepang ketika mendengar kehancuran dua kota itu, bukanlah tentang jumlah panglima perang atau amunisi yang tersisa. Justru adalah, “berapa guru yang masih ada?”. Jika dirunut ke belakang, sebetulnya kebangkitan Jepang ini memang dipengaruhi satu faktor, yaitu mereka menempatkan ilmu dan pengetahuan dalam posisi penting sejak zaman Restorasi Meiji. Restorasi ini berkonsentrasi di bidang pendidikan, yaitu mengubah sistem pendidikan dari tradisional menjadi modern. Programnya antara lain wajib belajar, pengiriman mahasiswa Jepang untuk belajar ke luar negeri (ke Perancis dan Jerman), dan meningkatkan anggaran sektor pendidikan secara drastis. Apa yang telah dilakukan Kaisar Meiji ketika itu adalah suatu keberanian yang nampaknya belum terpikirkan oleh para pemimpin kita saat ini.
Buktinya, anggaran pendidikan 20 % hanya berhenti di kertas konstitusi. Kembali kepada kebangkitan setelah pemboman Hiroshima, Jepang segera menyusun langkah kebangkitan. Seluruh waktunya lalu kembali digunakan untuk memperkuat basis ekonomi. Selain bertumpu pada karakter bangsa Jepang yang ulet dan tekun bekerja, faktor sentral kebangkitan itu karena konsentrasi Jepang yang hampir 100 persen di bidang ekonomi, sehingga ia dijuluki sebagai ‘bangsa asongan’. Untuk sementara, konflik politik Perang Dingin dan partisipasi dalam perdamaian dunia tak pernah diikuti Jepang. Langkah ini menuntun pada bangkitnya Jepang. Kunci utamanya ternyata adalah Jepang menerapkan prinsip Kaizen yang kemudian menjadi acuan bagi pola manajemen modern, terutama dunia
bisnis.[4]
2.3. Konsep Keizen
konsep kaizen meliputi beberapa hal, yakni:
1.  Konsep 3 M (Muda, Mura, dan Muri)
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi banyaknya proses kerja, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan mengurangi atau efisiensi.
a.       Muda (無駄) diartikan sebagai pengurangan pemborosan atau kesia-siaan.
b.      Mura () diartikan sebagai pengurangan perbedaan.
c.       Muri (無理) diartikan sebagai pengurangan ketegangan.
2.   Gerakan 5 S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke)
Konsep 5 S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan penataan, kebersihan, dan kedisiplinan di tempat kerja. Konsep 5 S merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan. Dengan kemudahan bekerja ini, empat bidang sasaran pokok industri yang meliputi:
1.  Efisiensi Kerja
2.  Produktifitas Kerja
3.  Kualitas Kerja, dan
4.  Keselamatan Kerja dapat lebih mudah dipenuhi.
Berikut ini adalah penjelasan yang lebih detil mengenai bagian-bagian dari 5 S.
1.   Konsep Seiri (  整理 )
Seiri adalah memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan, kemudian menyingkirkan yang tidak diperlukan (ringkas). Sesungguhnya, terdapat banyak barang yang tidak diperlukan di dalam setiap pabrik. Barang yang tidak diperlukan artinya barang tersebut tidak dibutuhkan untuk kegiatan produksi saat ini (Hirano, 2005: 13).Untuk mengetahui barang-barang yang perlu dibuang, barang harus dipisahkan menjadi yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Hal ini disebut dengan “Seiri visual”.
2.   Konsep Seiton ( 整頓 )
Konsep ini menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaan. Kata Jepang seiton (  整頓  ) secara harfiah berarti menyusun benda dengan cara yang menarik (rapi). Dalam konteks 5 S. ini berarti mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat penyimpanannya (Yasuhiro,1995: 249). Seiton memungkinkan pekerja dengan mudah mengenali dan mengambil kembali perkakas dan bahan, dan dengan mudah mengembalikannya ke lokasi di dekat tempat penggunaan. Pelat penunjuk digunakan untuk memudahkan penempatan dan pengambilan kembali bahan yang diperlukan.
3.   Konsep Seiso ( 清掃 )
Konsep ini selalu mengutamakan kebersihan dengan menjaga kerapihan dan kebersihan (resik). lni adalah proses pembersihan dasar dimana suatu daerah disapu dan kemudian dipel dengan kain pel. Karena lantai, jendela, maupun dinding harus dibersihkan, seiso setara dengan aktifitas pembersihan berskala besar yang dilakukan setiap akhir tahun di rumah tangga Jepang. Meskipun pembersihan besar-besaran di seluruh perusahaan dilakukan beberapa kali dalam setahun, tiap tempat kerja perlu dibersihkan setiap hari. Aktifitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan minyak, abu, dan sampah. Contohnya, kalau ada pekerja yang mengeluh ada mesin yang rusak ini tidak berarti mesin itu perlu penyetelan. Sebenarnya, yang diperlukan mungkin hanya program pembersihan di tempat kerja (Yasuhiro,1995:249).
4.   Konsep Seiketsu (清潔)
Seiketsu yaitu usaha yang terus menerus untuk mempertahankan 3S tersebut diatas, yakni Seiri,Seiton), dan Seiso.   Pada prinsipnya mengusahakan agar tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. Di tempat kerja yang rawat, kerawanan dan penyimpangan dapat segera dikenali, sehingga berbagai masalah dapat dicegah sedini mungkin (Kristianto, 1995: 47). Memelihara tempat kerja tetap bersih tanpa sampah atau tetesan minyak adalah aktivitas Seiketsu. Antara seiso  denganseiketsu sangat berkaitan erat.
5.   Konsep Shitsuke (仕付 )
Shitsuke adalah metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar terus menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Hal ini dianggap sebagai komponen yang paling sukar dari 5 S. Untuk aktivitas ini, pekerja Jepang diharapkan melatih pengandalian diri sendiri, bukan dikendalikan manajemen (Yasuhiro, 1995:266).
2.4. Prinsip-prinsip Keizen
Prinsip Kaizen yang Mengandung Sepuluh Prinsip[5] :
1.    Berfokus pada pelanggan, fokus utama adalah kualitas produk yang bermuara pada kepuasan pelanggan.
2.    Mengadakan peningkatan secara terus menerus; Kualitas total merupakan sine qua non untuk keberlangsungan.
3.    Mengakui masalah secara terbuka; Membangun kultur yang tidak saling menyalahkan.
4.    Mempromosikan keterbukaan; Ilmu pengetahuan adalah untuk saling dibagikan & hubungan-hubungan komunikasi yang mendukungnya merupakan sumber efisiensi yang lebih besar.
5.    Menciptakan tim kerja; pertama, pengaruh antar sesama teman (dan kepemimpinan) bisa memelihara disiplin untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun dibiarkan mengganggu keseimbangan didalam tim dan keharmonisan antar tim, kedua, setiap orang diberi semangat untuk memanfaatkan pendidikan dan pelatihan guna memastikan bahwa kontribusi pribadi menambah nilai pada hasil hasil tim.
6.    Memanajemeni proyek melalui tim fungsional silang; menggunakan sumber daya antar departemen bahkan dari luar perusahaan.
7.    Memelihara proses hubungan yang benar;Mendesain dan memastikan proses hubungan antar manusianya.
8.    Mengembangkan disiplin pribadi; Melalui pendidikan, agama, dan norma norma sosial untuk menjaga keutuhan.
9.    Memberikan informasi pada semua karyawan; Misi, nilai, produk, kinerja, manusia dan rencana perusahaan dari tantangan perusahaan menjadi tantangan pribadi.
10.              Memberikan wewenang kepada setiap karyawan; Melalui pelatihan dalam berbagai keahlian, dorongan semangat, tanggung jawab pengambilan keputusan, akses pada sumber-sumber data dan anggaran, timbal balik, rotasi pekerjaan dan penghargaan.

2.5. Keuntungan Keizen
Untuk mendapatkan hasil maksimal, sebaiknya menggunakan model spesifik Kaizen yang tepat untuk perusahaan/organisasi, serta mau menjalani proses bertahap. Dalam proses itu, antara lain, para pimpinan dan manajer harus mampu menetapkan dan menjalankan suatu standar, serta mengontrol kualitas. Mereka juga harus mau mendengarkan ide/saran, berusaha memberikan feed back yang membangun, sekaligus terus memotivasi karyawannya. Para karyawan pun harus lebih aktif memikirkan pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot. Dengan menggunakan konsep dasar kaizen dalam melakukan berbagai aktivitas. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh. antara lain:[6]
a.       Peningkatan proses;
b.      Penggunaan paradigma baru;
c.       Mempercepat waktu proses;
d.      Zero investment;
e.        Human Development;
f.       Keamanan dan keselamatan kerja.

Keuntungan lain dari kaizen adalah:
a.    Penggunaan sistem Plan-Do-Check-Action (PDCA) mengakibatkan cepat dalam
meningkatkan proses dan menghilangkan masalah.
b.    Identitikasi, implementasi, monitor dan mengatur perubahan menyebabkan dapat
mencegah tcrjadinya masalah baru.
c.    Memfokuskan organisasi kepada kepuasan konsumen dan berdasarkan fakta
Dalam mengambil keputusan.
d.   Membantu organisasi untuk menjadi lebih efisien pada proses peningkatan
dan pemecahan masalah dilakukan pada tingkat optimal dan biaya yang rendah.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsep Kaizen dibagi dalam 3 segmen, yaitu Pertama, berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi “pemborosan” maupun “kinerja karyawan.” Kedua, berorientasi pada kelompok “gugus kendali mutu” dan “aktivitas kelompok kecil” untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar/ prosedur baru. Ketiga, berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran, sebagai upaya pengembangan diri karyawan.
Kunci utama: setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar terus menerus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Kepuasan yang sebenarnya terletak pada proses perbaikan itu sendiri melalui usaha-usaha yang kreatif. Kompetensi saja tidak cukup. Yang diperlukan adalah “kemampuan bekerja dalam Tim” secara efektif dengan memanfaatkan keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang dimiliki guna memperbaiki kelemahan dalam perusahaan.

 3.2. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini dibuat, jika terdapat banyak kekurangan dan kesalahanpada makalah ini saya menyatakan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran saya harapkan guna mengoreksi kesalahan yang ada dimakalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Susanto, A.B, 2007.The Jakarta Consulting Group: SusantoSunarso, HS,2008
Elqorni, Ahmad. 2008. KAIZEN : “Just in Time Manajemen Jepang”.
Jamrianti, Rinrin.2007.Belajar dari semangat kaizen:perbaikan berkesinambungan.
http://indokaizen.wordpress.com/2008/01/20/kaizen-usaha-tiada-henti-agarlebih-baik/



[1] Susanto, A.B, 2007.The Jakarta Consulting Group: SusantoSunarso, HS,2008

[2] Elqorni, Ahmad. 2008. KAIZEN : “Just in Time Manajemen Jepang”.

[3] Jamrianti, Rinrin.2007.Belajar dari semangat kaizen:perbaikan berkesinambungan.

[4] http://ichsanuddin98.blogspot.com/2009/04/perbaikan-berkesinambungankaizen.html
[6] http://indokaizen.wordpress.com/2008/01/20/kaizen-usaha-tiada-henti-agarlebih-baik/ 
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar