BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Masalah Al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa di
dalamnya terkandung dua jenis ayat yang keduanya merupakan bagian terpenting
dalam kitab Al-Qur’an suci tersebut, dan keduanya harus diterima sepenuhnya
tanpa pilah-pilih.
Allah-lah
yang menurunkan kitab kepadamu, kitab Al-Qur’an diantaranya ayat muhkamah,
itulah pokok-pokok (Al-Qur’an). sedang yang lainnya adalah mutasyabih. adapun
hatinya yang condong pada kesesatan, mereka menngikuti yang mutasyabih, karena
ingin mencari perselisihan dan mencari-cari takwilnya, tetapi tiada yang
mengetahui takwil (yang sesungguhnya), kecuali Allah. dan mereka yang mendalam
ilmunya akan berkata, “kami beriman pada Al-Qur’an, (yang) sesungguhnya dari
Tuhan kami. dan tiada yang memetik pelajaran kecuali orang-orang yang berfikir.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan
yang maksud dan makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkam
al-murad bih ‘an al-tabdil wa al-taghyir) adapun mutasyabih adalah ungkapan
yang maksud dan maknanya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh)[1].
Sedangkan menurut pengertian terminology,
muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama, seperti: ayat-ayat muhkam adalah
ayat yang maksudnya dapat diketahui secara gamblang, baik melalui takwil
(metapora) atau tidak.
Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang
maksudnya hanya dapat diketahui Allah SWT, seperti saat kedatangan hari kiamat,
keluarnya Dajjal, huruf-huruf muqththa’ah.
Pengertian
ayat muhkamat dan mutasyabihat menurut para ahli ulama juga berbeda pendapat
dalam mendefinisikan ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat. Namun demikian,
perbedaan mereka tidak begitu prinsipil
karena umumnya hanya berbeda pada tekanannya:
Ø Pertama muhkamat adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui baik
secara nyata maupun ta’wil , seedangkan mutasyabih ialah ayat yang hanya
diketahui oleh alloh SWT seperti masalah kiamat, munculnya dajal dan sebagainya.
Ø Kedua muhkamat ialah ayat yang jelas maknanya , dan mutasyabih
ialah ayat yang tidak jelas maknanya.
Ø Ketiga muhkamat ialah ayat yang hanya mengandung satu pena’wilan
sedangkan mutasyabih ialah yang mengandung beberapa kemungkinan.
Ø adam a.s. dan 2) Asas prinsipnya muhkamat, tetapi penjabaranyan
mutasyabihat seperti ayat-ayat tentang sainsteks, asas-asas social, Negara dan
lain-lain.[2]
2.2. Sikap Ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkamat Dan
Mutasyabihat
Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat
Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :
1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagian mana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 59 Artinya : “dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri.
2. Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui
maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Hutasyabihat
yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan seumpamanya. Contoh
surat An-Nisa’ ayat 3 Artinya : “dan jika kamu takut tidak adakn dapat berlaku
adil terhadap ( hak-hak ) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita”.
3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat
diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian
adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya
dan mujahid. Sebagai mana diisyaratkan oleh Nabi dengan do’anya bagi Ibnu Abbas
yang Artinya :“ Ya Tuhanku, jadikanlah seseorang yang paham dalam agama,dan
ajarkanlah kepada takwil”.
Mengenal ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat
Allah, pendapat Ulama terbagi kepada dua mazhab :
1. Mazhab salaf.
Yaitu mazhab yang mempunyai dan mengimani sifat-sifat Allah yang Mutasyabih, dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah.
2. Mazhab Khakaf.
Yaitu Ulama yang menakwilkan lafal yang maknanya lahirnya musthahil kepada makna yang baik bagi zat Allah, contohnya mazhab ini mengartikan mata dengan pengawasan Allah, tangan diartikan kekuasaan Allah, dan lain-lain.
Pada hakikatnya tidak ada
pertentangan antara pendapat Ulama tersebut, permasalahannya hanya berkisar
pada perbedaan dalam menakwilkannya. Secara teoritis pendapat Ulama dapat di
kompromikan, dan secara praktis penerapan mazhab khalaf lebih dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang dan kritis.
Dengan melihat kondisi obyektif intelektual masyarakat modern yang semakin
berpikirkritis dewasa, maka mazhab khalaf atau mazhab takwil ini yang lebih
tepat diterapkan dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat dengan mengikuti
ketentuan takwil yang dikenal dengan ilmu tafsir.
2.3. Fawatih
Al-suar
Dari segi
bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena
posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai
dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung
membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah
berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
1. Macam-macam
fawatih al-suwar
Ø Pembukaan dengan pujian kepada Allah
(al-istiftah bil al tsana).
Pujian kepada Allah ada dua macam, yaitu :
Menetapkan sifat-sifat terpuji dengan
menggunakan salah satu lafal berikut :
Memakai lafal “hamdalah” yang terdapat dalam 5 surat yaitu : Q.S. Al Fatihah, Al An'am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
Memakai lafal “hamdalah” yang terdapat dalam 5 surat yaitu : Q.S. Al Fatihah, Al An'am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
Ø Pembukaan dengan huruf-huruf yang
terputus-putus (Al Ahruful Muqoto'ah).
Pembukaan
dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 huruf tanpa
diulang, yakni ا,ح,ر,س,ص,ط,ع,ق,,ك,ل,م,ن,ه,ي . Penggunaan huruf-huruf
tersebut dalam pembukaan surat-surat Al Qur'an disusun dalam 14 rangkaian, yang
terdiri dari kelompok berikut :
1. Kelompok sederhana, terdiri dari
satu huruf, terdapat dalam 3 surat, yakni
ص (Q.S. shad).ق (Q.S. qaaf), ن (Q.S. Al-Qalam).
2. Kelompok yang terdiri dari dua
huruf, terdapat dalam 9 surat, yakni
حم (Q.S. Al
Mu'min, Q.S. As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan
Q.S. Al Ahqaf); طه (Q.S. Thaha); طس (Q.S. An
Naml); dan يس (Q.S. Yaasin).
3.
Kelompok yang terdiri dari tiga huruf,
terdapat dalam 3 rangkaian dan 13 surat, yakni : الم (Q.S. Al
Baqoroh, Q.S. Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); الر (Q.S. Yunus,
Q.S. Hud, Q.S. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan طسم (Q.S. Al
Qoshosh dan Q.S. As Syu'ara).
4.
Kelompok yang terdiri dari 4 huruf, terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat,
yakni (Q.S. Al A'raf) dan (Q.S. Ar Ra'du).
5.
Kelompok yang terdiri dari 5 huruf terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat,
yakni كهيعص (Q.S. Maryam)
dan حم عسق (Q.S. As
Syu'ra).
Ø Pembukaan dengan panggilan (al istiftah bin nida).
Nida ini
ada tiga macam, terdapat dalam 9 surat, yaitu :
1. nida untuk Nabi
yang terdapat dalam ( Q.S. Al
Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq) dalam ( Q.S. al Muzammil dan dalam Q.S.
al-muddatsir).
2. nida untuk kaum mukminin
terdapat dalam (Q.S. Al Maidah dan
Al hujurat).
3. nida untuk umat manusia
terdapat dalam( Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj).
Menurut As Suyuthi pembukaan dengan panggilan ini terdapat dalam 10 surat,
yakni ditambah dengan Q.S.Al-Mumtahanah.
Ø Pembukaan dengan kalimat (jumlah) khabariyah
(al istiftah bi al jumlatu al khabariyah).
Jumlah khabariyah dalam pembukaan
surat ada dua macam, yaitu :
1. Jumlah Ismiyyah
Jumlah ismiyah yang menjadi pembuka
surat terdapat 11 surat, yaitu terdapat dalam Q.S. At Taubah, Q.S. An Nur, Q.S.
Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al Haaqqah, Q.S.
Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori'ah, dan Q.S.Al-Kautsar.
2. Jumlah Fi'liyyah
Jumlah fi'liyah yang menjadi pembuka
surat-surat Al Qur'an terdapat dalam 12 surat, yaitu : Q.S. Al Anfal, Q.S. An
Nahl, Q.S. Al Qomar, Q.S. Al Mu'minun, Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S.
Al Ma'arij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S.
At Takatsur.
Ø Pembukaan dengan sumpah (al istiftah bil qasam).
Sumpah yang digunakan dalam
pembukaan surat-surat Al Qur'an ada tiga macam dan terdapat dalam 15 surat.
2.4.
Hikmah
Adanya Ayat –Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
·
Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat:
1. Menjadi
rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan
adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan
faedahnya bagi mereka.
2. Memudahkan
bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam
menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
3. Mendorong
umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran,
karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas
pula untuk diamalkan.
4. Menghilangkan
kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal
ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus
menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
·
Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat:
1. Memperlihatkan
kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat
mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah.
Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji,
tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya
sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih
merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan
ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
2. Teguran
bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah
menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap
orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah
memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang
yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih
sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari
keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni
3. Membuktikan
kelemahan dan kebodohan manusia. Hal tersebut menunjukkan betapa besar
kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala
sesuatu.
4. Memperlihatkan kemukjizatan
Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu
ciptaan Allah SWT.
5. Mendorong kegiatan
mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.(Rosihan anwar,
Ulumul Quran untuk perguruan tinggi Islam).
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
·
Muhkam
adalah ayat yang diketahui maksudnya baik secara nyata mupun melalui takwil.
Sedangkan Mutasyabihat adalah ayay yang hanya Allah saja yang mengetahui
maksudnya baik secara nyata maupun melalui takwil seperti datangnya hari
kiamat, keluarnya dajjal dan sebagainya.
·
Sebab-sebab
tasyabuh di dalam al-Qur’an adalah:
a. Kadang-kadang ia terdapat pada lafadz dan kata
b. Kadang-kadang ia kembali kepada pengertian atau makna.
·
Dalam
penjelasan surat Ali Imron ayat 7 secara eksplisit menyebutkan bahwa ayat-ayat
di dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu ayat muhkamat dan ayat mutasyabih
yang kedua-duanya saling berhadap-hadapan atau berimbang.
·
Pendapat
ulama tentang adanya ayat muhkam dan mutasyibah antara lain:
1.
Menurut
madzhab ulama salaf adalah orang-orang yang mempercayai dan meyakini serta
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.
2.
Menurut
madzhab khalaf yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil
kepada makna yang lain dengan dzat allah dan mereka pula disebut madzhab
takwil.
·
Hikmah
adanya ayat muhkam dan mutasyabihat adalah sebagai ajang uji coba oleh Allah
atas keimanan dan ketaqwaan para hamba-hambanNya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-jurjani,
At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah, t.th, h. 200.
Mukhotob
hamzah, Studi Alqur’an Komefehensip, Gamma
media, 2003
Fahmi
Amirullah, Ilmu al-qur’an untuk pemula, CV Artha Rivera
[1] Al-jurjani,
At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah, t.th, h. 200.
[2]
Mukhotob
hamzah, Studi Alqur’an Komefehensip, Gamma
media, 2003
Lebih baru
Terlama