KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, Karena rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan dan dapat menyusun makalah ini yg berjudul “FILSAFAT PADA ABAD
PERTENGAHAN” guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat.
Pada kesempatan
ini kami ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karen itu, kami mengharapkan saran
dan kritik membangun yang ditunjukan demi kesempurnan makalah ini. semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 29 maret 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah filsafat abad pertengahan
B. Ciri Filsafat Abad Pertengahan
C. Periode-periode pada abad pertengahan
D. Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Abad pertengahan adalah merupakan kurun waktu yang sangat
khas. Secara singkat dikatakan bahwa dominasi agama kristen sangat menonjol.
Perkembangan alam pikiran harus
disesuaikan dengan ajaran agama. Demikian pula filsafat, harus diuji apakah
tidak bertentangan dengan ajaran agama islam.
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-tengah suatu perkumpulan
bangsa yang baru, yaitu bangsa eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut
skolastik.[1]
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat eropa (
sekitar lima abad ) belum memunculkan ahli pikir ( filosuf ), akan tetapi
setelah abad ke-6 masehi, baru muncul ahli pikir yang mengadakan
penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat
barat abad pertengahan.
Filsafat barat abad pertengahan ( 476-1492 M ) juga dapat
dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat
itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi
memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.
Para ahli pikir saat itu juga tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi
terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran
gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat.
Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio
terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama ( teologi ) yang tidak
berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah
pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan
tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (
inkuisisi ). [2]
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
sejarah filsafat pada abad pertengahan ?
2. Apakah
ciri filsafat pada abad pertengahan ?
3. Bagaimana
periode pada abad pertengahan ?
4. Bagaimanakah
perkembangan filsafat pada abad pertengahan ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah filsafat pada abad pertengahan.
2. Untuk
mengetahui ciri filsafat pada abad pertengahan.
3. Untuk
mengetahui periode pada abad pertengahan.
4. Untuk
mengetahui perkembangan filsafat pada abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Filsafat Abad Pertengahan
Sejarah
filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad
ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan
tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota
Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel
(sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492
(penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya. [3]
Masa
ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa.Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang telah dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran
pada Abad Pertengahan ini pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen.Artinya,
pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode
abad pertengahan ini mempunyai beberapa perbedaan yang mencolok dengan abad
sebelumnya.Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen
pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama.
Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.[4] Disinilah
yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu
tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan
yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal.[5]
B. Ciri
Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat
Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan
filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang
merupakan filsafat Kristiani.Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa
filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani
sebagai basisnya.
Agama
Kristen ini menjadi problema kefilsafatan, karena mengajarkan bahwa wahyu
Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan
yunani kuno yang mengatakan bahwa
kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.karena Mereka belum mengenal adanya
wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:[6]
1. Golongan
yang benar-benar menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani
merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima
filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan.
Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati.Oleh karena itu, akal
dapat dibantu oleh wahyu.
C. Periode-periode
pada abad pertengahan
Secara
garis besar,pemikiran filsafat abad
pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman
Patristik dan Zaman Scholastik.
a. Zaman Patristik
Patristik
berasal dari kata patres (bentuk jamak dari pater) yang berarti
bapak-bapak.Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja
yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan.Mereka
khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam
kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah
kefilsafatan.[7] Masa
Patristik dibagi atas Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (
Patristik Barat).
Bapak
Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160-222), Justinus,
Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza
(330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari Nyssa (335-394), Dionysius
Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
Tertullianus,
Justinus, Clemens dari Alexandria, dan Origenes adalah pemikir-pemikir pada
masa awal patristik. Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung, Gregorius dari
Nyssa, Dionysius Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah tokoh-tokoh pada masa
patristik Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus adalah
pemikir-pemikir yang menandai masa keemasan patristik Latin.
Agustinus
adalah seorang pujangga gereja dan filsuf besar.Setelah melewati kehidupan masa
muda yang hedonistis, Agustinus kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan
sebuah tradisi filsafat Kristen yang berpengaruh besar pada abad pertengahan.
Agustinus
menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran).Menurut
Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti bahwa terdapat kebenaran.
Menurut Agustinus, Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga
diikuti oleh Thomas Aquinos). Artinya, dalam menciptakan dunia dan isinya,
Allah tidak menggunakan bahan.[8]
Filsafat
patristik mengalami kemunduran sejak abad ke- V
hingga abad VIII. Di barat dan timur tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir
baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.
b. Zaman Scholastik
Zaman
Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah
pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat
dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari
lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja yang
bernama Karel Agung ( 742-814 ) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan
ordo-ordo biarawan.
Filsafat
mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”),
karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan
universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan
bersifat internasional. [9]
Tokoh-tokoh terpenting
masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877),
Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura
(1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar
1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),
Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464). [10]
Anselmus mengemukakan semboyan credo ut
intelligam, yang artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan
digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi
sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan
yang bersifat filsafat. Dalam
menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa
kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini
merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan
manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah
genap dan dipenuhi.[11]
Peter Abelardus telah dianggap membuka kembali tentang
kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut credom (saya
paham supaya saya percaya).[12] Pemikiran Abelardus yang bercoraknominalismei ditentang
oleh gereja-gereja karena telah mengritik kuasa rohani gereja. Dalam
ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum
kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa
asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal
manusia sebagai pengukur dan penilai iman.
Bagi
Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu Kebenaran iman
hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6
hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu
(sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu
teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat
dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas
tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas
yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori
Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles
oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria
dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias
pria dan wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk
alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
Aku
percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran
terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan
dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena
dianggap otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat
mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar
keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa
memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada
kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara
keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada
akal harus dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus,
namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.
1. Periode
Scholastik awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang
lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat.Yang tampak pada
permulaan ialah persoalan tentang universalia.Ajaran Agustinus dan
neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran
pemikiran.
Pada periode ini, diupayakan misalnya,
pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab
Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini
adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan
“Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad
ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa,
pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.
2. Periode
puncak perkembangan scholastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik :
dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat
Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan.
Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima,
keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan
filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas yang pertama didirikan di Bologna (1158), Paris
(1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya.
Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran
kristiani dan filsafat Yunani.Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza
(1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274).Hasil
sintesis besar ini dinamakan summa (keseluruhan).
3. Periode
Scholastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode
scholastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan beberapa pemikiran islam yang
berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme
tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya
sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas
masalah-masalah iman mulai berkurang.Ada semacam keyakinan bahwa iman dan
pengetahuan tidak dapat disatukan.Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan
ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
D. Perkembangan
Filsafat Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai
kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani klasik ke
bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa
Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting
penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf
islam yang diterjemahkan antara lain astronomi (Al Khawarizmi), kedokteran
(Ibnu Sina), karya-karya Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah-sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne
(Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru dari Italia,
Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat.
Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan
terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art)
yang dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b)
aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Tingkatan ketiga
ialah pengajaran buku-buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan
Barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat scholastik) yang diwarnai oleh
perkembangan-perkembangan peradaban
Kristen. Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern.
Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik,
bangunan bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja. [14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zaman
pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan
adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.Abad pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad
kegelapan, jaman skolastik atau masa patristik, yang semuanya menggambarkan
corak pemikiran filsafat dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan
peradaban Kristen.
Abad ini ditandai dengan keruntuhan budaya Romawi dan
upaya-upaya untuk kembali membangun peradaban berdasarkan ajaran filsafat
Yunani dan ajaran agama Kristen. Perkembangan ilmu dan filsafat berlangsung di
gereja-gereja pada awalnya, untuk kemudian mengalami perpecahan dikarenakan
domininasi kuat agama terhadap berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat berlangsung
dengan lambat tetapi pasti sejalan dengan kontak budaya dengan budaya Islam dan
semangat untuk kembali pada kejayaan peradaban Yunani. Masa ini berakhir dengan
pemisahan kekuasaan dan pemikiran antara ajaran agama yang bertahan di gereja
dan perkembangan keilmuan yang mendapat tempat di lembaga sekolah.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena
itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Basyarat.
A. Problem Filsafat Abad Pertengahan. 10 Januari 2010 Myopera.com/basyarat/blog/2001/01. Diakses
tanggal 30 September 2010
Bakry, H.
1991. Di Sekitar Filsafat Skolastik Kristen. Jakarta: Firdaus.
Hanafi, A.
1983. Filsafat Skolastik. Jakarta: Pustaka Alhusna
Maksum, Ali. 2010. Pengantar Filsafat. Jogjakarta
: Ar Ruzz Media
Mustansyir, Rizal. 2009. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset
Petrus, Simon. 2004. Petualangan
Intelektual. Yogyakarta: Kanisius
Surajiyo. 2005. Ilmu filsafat suatu
Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Tim Penyusun MKD.2011. Pengantar
Filsafat. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press
http://betetsays.blogspot.com/2011
[2]Ali
Maksum, Pengantar Filsafat, (Jogjakarta : Ar Ruzz Media,
2010), hlm. 99
[3]Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan
Intelektual, (Yogyakarta, Kanisius:2004), hlm. 102
[4]Rizal Mustansyir, Filsafat
Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009) cet. 9, hlm. 66
[5]Surajiyo, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) cet. I,
hlm. 157
[6]Surajiyo, Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2005), hlm. 156
[8]Dikutip dari http://betetsays.blogspot.com/2011
[9]Tim Penyusun MKD, Pengantar
Filsafat, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2011), hlm. 26
[10]Dikutip
dari http://elearning.gunadarma.ac.id
[11]Hasbullah
Bakry, Di sekitar Filsafat Skolastik Kristen. 1991. Jakarta:
Firdaus
[12]Ali,
Basyarat. A. Problem Filsafat Abad Pertengahan. 10 Januari
[13]Surajio, Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2005), hlm. 157