BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam sangat berperan
dalam usaha membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa pada Allah SWT,
menghargai dan mengamalkan ajaran agama dalam bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara. Maka dari itu Pendidikan Agama harus diajarkan pada anak sejak dini.
Kita tahu bahwa pendidikan sangatlah
penting bagi kehidupan di dunia ini. Pada hakekatnya pendidikan merupakan
proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.[1]
Untuk itu maka seseorang harus mempunyai suatu pengetahuan, yang mana
pengetahuan tersebut merupakan perlengkapan dasar manusia didalam menempuh
kehidupan ini. Ternyata hal yang terpenting pada kehidupan manusia itu sangat
dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas suatu pengetahuan yang diperolehnya.
Dengan begitu kepribadian setiap manusia akan berbeda, dan itupun sesuai dengan
kualitas dan kuantitas yang diperolehny
Dengan demikian pemerintah menginginkan
bahwa kualitas dan kuantitas suatu bangsa (dalam hal ini pendidikan) haruslah
ditingkatkan. Dengan begitu maka pendidikan pada suatu bangsa memiliki makna
pendidikan yang sangat tinggi, terutama untuk mengembangkan dan membangun
generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan,
sehingga mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Lingkungan keluarga merupakan
media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan
perkembangan anak didik.Bilamana keluarga itu beragama Islam maka pendidikan
agama yang diberikan kepada anak adalah Pendidikan Islam. Dalam hal ini
Pendidikan Islam ditujukan pada pendidikan yang diajarkan Allah melalui
Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Nabi.
Hasil-hasil yang diperoleh anak dalam
keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun
dalam masyarakat.[2]
Orang tua atau keluarga menerima tanggung jawab mendidik anak-anak dari Tuhan
atau karena kodrat. Keluarga, bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan
anak-anaknya sejak mereka dilahirkan, dan bertanggung jawab penuh atas
pendidikan watak anak-anaknya.
Sedangkan pendidikan sekolah merupakan
kelanjutan dari pendidikan keluarga yang lebih merasa bertanggung jawab
terhadap pendidikan intelek (menambah pengetahuan anak) serta pendidikan
ketrampilan (skills) yang berhubungan dengan kebutuhan anak itu untuk hidup di
dalam masyarakat nanti. Sekolah bertanggung jawab atas pelajaran-pelajaran yang
lebih diberikan kepada anak-anak yang umumnya keluarga tidak mampu
memberikannya. Sedangkan pendidikan etika yang diberikan sekolah merupakan
bantuan terhadap pendidikan yang telah dilaksanakan oleh keluarga.[3]
Pendidikan masyarakat merupakan
pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh
masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan menciptakan
suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.
Dalam konteks tersebut tentunya perlu kesadaran bersama untuk menciptakan
lingkungan yang baik agar anak, remaja, dan pemuda tumbuh secara sehat baik
fisik, intelektual maupun mental ruhaniahnya.[4]
Dari ketiga lingkungan pendidikan
tersebut yang paling utama adalah lingkungan pendidikan keluarga. Salah satu
ayat Al-Qur’an menunjukkan bahwa ketika manusia itu pertama kali hidup di
dunia, manusia itu tidak tahu apa-apa. Hal tersebut sesuai dengan surat An-Nahl
ayat 78 sebagai berikut:
والله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم والأبصار والأفئدة لعلكم تشكرون. (النهل:78)
Artinya:
”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia membei kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”. (Q.S. An-Hahl (16): 78)[5]
Keluarga merupakan tempat pertama dan
utama bagi seorang anak untuk mendapatkan pendidikan.Pendidikan dalam keluarga
merupakan proses awal untuk jenjang pendidikan selanjutnya, untuk itu
Pendidikan di mulai dari lingkungan kelurga Didalam lingkungan keluarga anak
mendapatkan pendidikan tentang nilai nilai sosial,agama dan moral.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan
Islam
Istilah
pendidikan dalam konteks Islam, pada umumnya mengacu kepada terma at-Tarbiyah,
at-Ta’dib, dan at-Ta’lim. Dari istilah ketiga tersebut, terma
yang populer digunakan dalam praktik pendidikan Islam adalah terma at-Tarbiyah,
at-Ta’dib dan at-Ta’lim jarang sekali digunakan. Walau kedua
terma tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Senada
dengan hal ini, Naquib Al-Attas berpendapat bahwa pendidikan secara umu
terdapat dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang
dipakai secara bersamaan.[1]
Kendatipun
demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan
makna. Namun secara esensial, setiap terma memiliki perbedaan, baik secara
tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perli dikemukakan uraian dan analisa
terhadap ketiga terma pendidikan Islam tersebut, dengan mengemukakan beberapa
pendapat para ahli pendidikan Islam.
a.
Istilah at-Tarbiyah
Penggunaan istilah at-Atarbiyah
berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini memiliki banyak arti, tetapi
pengertian dasarnya menunjukan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.[2]
Dalam penjelasan ini, kata at-Tarbiyah berasal dari kata, yaitu: pertama,
raba-yarbu yang berarti bertambah, tumbuh, dan berkembang (Q.S. Ar-Rum:
39). Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun dan memelihara.[3]
Kata
rabb sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. Al-Fatihah: 2 (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) mempunyai
kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah at-Tarbiyah, sebab kata rabb
(Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata yang sama.
Berdasarkan hal ini, maka Allah adalah pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh
alam semesta.[4]
b. Istilah
at-Ta’lim
Istilah
at-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut
para pakar, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan at-Tarbiyah dan
at-Ta’dib. Rasyid Ridha misalnya, mengartikan at-Ta’lim sebagai
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu,[5]
argumentasinya didasarkan pada ayat ini:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُون
Artrinya: Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan nikmat kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah), serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 151).
Oleh
karena itu, makna at-Ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan
lahiriyah, tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan
pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.
c. Istilah at-Ta’dib
Menurut
Naquib Al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam
adalah at-Ta’dib.[6] Konsep ini didasarkan pada hadis Nabi
Muhammad SAW:
Artinya: Tuhan telah mendidikku,
maka Ia sempurnakan pendidikanku. (H.R. al-Askary dari Ali RA.).[7]
Secara
terminologi, istilah at-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik). Dengan
pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan
dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud kepribadiannya.
Dalam
konteks ini, Naquib Al-Attas pun mengungkapkan bahwa penggunaan istilah at-Tarbiyah terlalu luas untuk
mengungkapkan hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata at-Tarbiyah
yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya
digunakan untuk manusia, tetapi juga digunakan untuk memelihara binatang ata
makhluk Allah lainnya.
2.2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Ibarat
sebatang pohon, akar merupakan sumber kekuatan yang menoopang seluruh sistem
kehidupan. Semakin kuat akarnya, maka pohon akan semakin kokoh berdiri.
Sebaliknya, jika pohon tersebut berakar rapuh, maka ia akan mudah roboh. Begitu
pula dengan pendidikan Islam, ia pun harus mempunyai akar pijakan yang kuat.
Mengingat sebagai aktivitas yang bergerak di bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian,
tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi
programnya, sebab perwujudan dasar berfungsi sebagai sumber acuan paradigmatik.
Dalam
konteks ini, dasar menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber
nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantarkan peserta didik ke arah
pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan
Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah SAW.
Menetapkan
AL-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang
sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimana semata, melainkan justru karena
kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar
manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau
pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Qur’an tidak ada keraguan
padanya (Q.S. al-Baqarah: 2). Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya
(Q.S. al-Hijr: 9), baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek
sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran al-Hadis sebagai
dasar kedua bagi pendidikan Islam.
Secara
lebih luas, dasar pendidikan islam menurut Said Ismail Ali sebagaimana dikutip
Muhaimin dan Abdul Mujib terdiri atas enam macam, yaitu; al-Qur’an, sunnah Nabi
SAW, kata-kata sahabat, kemaslahatan umat (sosial), nilai-nilai dan adat
kebiasaan masyarakat, dan hasil pemikiran para pemikir islam.[8]
Setelah
pendidikan Islam mempunyai akar atau dasar pijakan yang kuat, maka ia harus
mempunyai tujuan yang jelas. Mau dibawa kemana peserta didik nantinya
dikembangkan potensinya. Menurut Samsul Nizar, untuk merumuskan tujuan
pendidikan Islam paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu;
1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi,
baik secara vertikal maupun horizontal.
2. Sifat-sifat dasar manusia.
3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban
kemanusiaan.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan islam itu terbagi tiga
aspek, yaitu;
1.
at-Tarbiyah
adalah memelihara dan menjaga fitrah
peserta didik
2.
at-Ta’lim
adalah makna yang mencakup pengetahuan
teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan
dalam kehidupan
3.
at-Ta’dib
adalah pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) yang
berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat dalam tatanan wujud kepribadiannya.
3.2. Saran
Kami selaku pemakalah mohon maaf
atas segala kekurangan yangterdapat dalam makalah ini, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dansaran dari teman-teman semua agar makalah ini dapat
dibuat dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid Hakim. Tth. Bayan juz
III. Jakarta: Sa’diyah apautra.
Abdullah
Nashih Ulwan. 1981. Pedoman Pendidikan Anak Islam.
Penerjemah: Saifullah Kamalie dan
Heri Nor Ali. Kuala Lumpur: Asy-Syifa’ Darul Fikri.
Abdullah
Nashih Ulwan. 1992.Kaidah-Kaidah Dasar.
Penerjemah: Rohendi Rohidi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Abdurrahman An-Nahlawi. 1992. Prinsip-prinsip
dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponegoro.
Abdurrahman Saleh. 1994. Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an.
Penerjemah: H. M. Arifin. Bandung: Rineka Cipta.
Abdurrahman
Umdiroh. Tth. Metode Al-Qur’an dalam Pendidikan.
Penerjemah: Abduhadi Basulthonah.
Surabaya: Mutiara Ilmu.
Abi Husain Muslim bin Hajjaj. 1992. Shahih
Muslim Juz 1. Bairut: Dar Al-Ihya’I Al-Maktabah Al-Arabiyah.
Abu Tauhied. 1990. Beberapa Aspek
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.
Abdul Karim Khatib. 1969. Tafsirul
Qur’an Lil Qur’an. Bairut: Darul Fikri. Agus Sujanta, dkk. 1989. Pengantar
Filsafat Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Ahmad D Marimba. 1989. Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
[1]
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
Al-Attas, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 175.
[2]
Ibn Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Anshary al-Qurthuby,”Tafsir al-Qur’thuby juz
1”, dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, filsafat dan Praktik,…, hlm. 26.
[3] Abdurrahman An-Nahlawi, prinsip-prinsip
dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), hlm. 31.
[4]
Omar Mohammad At-Thoumy Asy-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm 41.
[5]
Muhammad Rasyid Ridha, “Tafsir Al-Qur’an al-Hakim; Tafsir Al-Manar”, dalam,
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 27.
[6]
Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hlm.41.
[7]
Samsul Nizar, Filsafat pendidikan Islam,… hlm. 30.
[8]
Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis, hlm.
145.
[9]
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,… hlm. 57.