HAKIKAT JIHAD
Jihad merupakan puncak kekuatan dan kemuliaan Islam. Orang yang berjihad akan
menempati kedudukan yang tinggi di surga, sebagaimana juga memiliki kedudukan
yang tinggi di dunia
Secara umum, hakikat jihad mempunyai makna yang sangat luas. Yaitu, berjihad
melawan hawa nafsu, berjihad melawan setan, dan berjihad melawan orang-orang
fasik dari kalangan ahli bid’ah dan maksiat. Sedangkan menurut syara’ jihad
adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang kafir. [Lihat Fathul
Bari 6/77]
Sehingga dapat disimpulkan, jihad itu meliputi empat bagian :
Pertama : Jihad melawan hawa nafsu
Kedua : Jihad melawan setan
Ketiga : Berjihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezhaliman, pelaku bid’ah
dan pelaku kemungkaran.
Keempat : Jihad melawan orang-orang munafik dan kafir
Jihad melawan hawa nafsu, meliputi empat masalah :
Pertama : Berjihad melawan hawa nafsu dalam mencari dan mempelajari kebenaran
agama yang haq.
Kedua : Berjihad melawan hawa nafsu dalam mengamalkan ilmu yang telah
didapatkan.
Ketiga : Berjihad melawan hawa nafsu dalam mendakwahkan ilmu dan agama yang
haq.
Keempat : Berjihad melawan hawa nafsu dengan bersabar dalam mencari ilmu,
beramal dan dalam berdakwah.
Adapun berjihad melawan setan dapat dilakukan dengan dua cara :
Pertama : Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan
setan yang berupa syubhat dan keraguan yang dapat mencederai keimanan
Kedua : Berjihad melawan setan dengan menolak setiap apa yang dilancarkan setan
dan keinginan-keinginan hawa nafsu yang merusak.
Sedangkan berjihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezhaliman, pelaku bid’ah
dan pelaku kemungkaran, meliputi tiga tahapan. Yaitu dengan tangan apabila
mampu. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Dan jika tidak mampu juga, maka
dengan hati, yang setiap kaum muslimin wajib melakukannya. Yaitu dengan cara
membenci mereka, tidak mencintai mereka, tidak duduk bersama mereka, tidak
memberikan bantuan terhadap mereka, dan tidak memuji mereka. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tiga perkara ; barangsiapa yang pada dirinya terdapat tiga perkara ini, maka
dia akan mendapatkan kelezatan iman ; Allah dan RasulNya lebih dicintai
daripada yang lainnya, ia mencintai seseorang hanya karena Allah dan dia benci
kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana
ia benci dilemparkan ke dalam neraka” [HR Bukhari dan Muslim]
“Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena
Allah, dan tidak memberi karena Allah, maka dia berarti telah sempurna imannya”
[HR Abu Dawud]
“Barangsiapa membuat perkara yang baru atau mendukung pelaku bid’ah, maka dia
terkena laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia” [HR Bukhari dan Muslim]
Berjihad melawan orang fasik dengan lisan merupakan hak orang-orang yang
memiliki ilmu dan kalangan para ulama yaitu dengan cara menegakkan hujjah dan
membantah hujjah mereka, serta menjelaskan kesesatan mereka, baik dengan
tulisan ataupun dengan lisan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan : “Yang
membantah ahli bid’ah adalah mujahid” [Lihat Al-Fatawa 4/13]
Syaikhul Islam juga mengatakan : “Apabila seorang mubtadi menyeru kepada aqidah
yang menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah, atau menempuh manhaj yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dan dikhawatirkan akan menyesatkan manusia, maka
wajib untuk menjelaskan kesesatannya, sehingga orang-orang terjaga dari
kesesatannya dan mereka mengetahui keadaannya” [Lihat Al-Fatawa 28/221]
Oleh karena itu, membantah ahli bid’ah dengan hujjah dan argumentasi,
menjelaskan yang haq, serta menjelaskan bahaya aqidah ahli bid’ah, merupakan
sesuatu yang wajib, untuk membersihkan ajaran Allah, agamaNya, manhajNya,
syari’atNya. Dan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, menolak kejahatan dan
kedustaan ahli bid’ah merupakan fardu kifayah. Karena seandainya Allah tidak
membangkitkan orang yang membantah mereka, tentulah agama itu akan rusak.
Ketahuilah, kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan mereka, lebih berbahaya
daripada berkuasanya orang kafir. Karena kerusakan orang kafir dapat diketahui
oleh setiap orang, sedangkan kerusakan pelaku bid’ah hanya diketahui oleh
orang-orang alim.
Adapun berjihad melawan orang fasik dengan tangan, maka ini menjadi hak bagi
orang-orang yang memiliki kekuasaan atau Amirul Mukminin, yaitu dengan cara
menegakkan hudud (hukuman) terhadap setiap orang yang melanggar hukum-hukum
Allah dan RasulNya. Sebagaimana pernah dilakukan Abu Bakar dengan memerangi
orang-orang yang menolak membayar zakat, Ali bin Abi Thalib memerangi
orang-orang Khawarij dan orang-orang Syi’ah Rafidhah.
Bagaimana dengan berjihad melawan orang-orang munafik dan kafir ? Al-Imam Ibnu
Qayyim menyatakan, jihad memerangi orang kafir adalah fardhu ‘ain ; dia
berjihad dengan hatinya, atau lisannya, atau dengan hartanya, atau dengan
tangnnya ; maka setiap muslim berjihad dengan salah satu di antara jenis jihad
ini. [Lihat Zadul Ma’ad 3/64]
Akan tetapi, berjihad memerangi orang kafir dengan tangan hukumnya fardhu
kifayah, dan tidak menjadi fardhu ‘ain, kecuali jika terpenuhi salah satu dari
empat syarat berikut ini :
Pertama : Apabila dia berada di medan pertempuran.
Kedua : Apabila negerinya diserang musuh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan ; “Apabila musuh telah masuk menyerang
sebuah negara Islam, maka tidak diragukan lagi, wajib bagi kaum muslimin untuk
mempertahankan negaranya dan setiap negara yang terdekat, kemudian yang dekat,
karena negara-negara Islam adalah seperti satu negara” (Al-Ikhtiyarat : 311)
Jihad ini dinamakan Jihad Difa’.
Ketiga : Apabila diperintah oleh Imam (Amirul Mukminin) untuk berperang.
Keempat : Apabila dibutuhkan, maka jihad menjadi wajib. [Lihat al-Mughni,
Al-Majmu’, Zaadul Mustaqni]
Adapun disyariatkan jihad melawan orang kafir (dengan tangan), melalui tiga
tahapan.
Pertama : Diizinkan bagi kaum muslimin untuk berperang dengan tanpa diwajibkan.
Allah berfirman.
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu” [Al-Hajj : 39]
Kedua : Perintah untuk memerangi setiap orang kafir yang memerangi kaum
mulimin. Allah berfirman.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas” [Al-Baqarah : 190]
Ketiga : Perintah untuk memerangi seluruh kaum musyrikin sehingga agama Allah
tegak di muka bumi.
“Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya ;
dan ketahuiilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa” [At-Taubah
: 36]
Tahapan yang ketiga ini tidak dimansukh, sehingga menjadi ketetapan wajibnya
jihad sampai hari kiamat. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata : “Marhalah
(tahapan) yang ketiga ini tidak dimansukh, tetap wajib sesuai dengan kondisi
kaum muslimin” [Fadlu Al-Jihad Wal Mujahidin, 2 : 440]