aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

Cari Blog Ini

Pages

ANARKISME ILMU



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
          Sering orang memandang beberapa aliran dalam filsafat adalah sebuah rekayasa pikiran bawah sadar manusia. Artinya, filsafat adalah hasil akal pikiran yang masih diragukan kevaliditasnya. Padahal apabila kita telisik lebih dalam, memahami filsafat tidak semudah menemukan jarum dalam jerami. Diperlukan pemikiran-pemikiran jernih agar makna tersirat dari filsafat itu dapat dikaji sehingga ditemukanlah teori baru. Dari teori baru itulah sesesorang telah dapat dikatakan berfilsafat.
          Berbicara mengenai filsafat, berikut salah satu cabang bahasan dari filsafat yakni Anarkisme. Istilah anarkisme lebih banyak dikenal orang sebagai tindak kekerasan. Padahal anarkisme sebenarnya hanyalah sebuah teori politik . Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya. Hal inilah yang menimbulkan persepsi baru dalam istilah anarkisme. Berawal dari anarkisme inilah, banyak tokoh yang membahas tentang anarkisme. Salah satunya adalah Paul Karl Feyerabend. Ia adalah tokoh yang tergolong muda dalam menyumbangkan teorinya mengenai anarkisme. Dan untuk mengetahuinya berikut penulis paparkan melalui makalah yang berjudul “Anarkisme menurut Paul KarlFeyerabend”. Sehingga agar tidak melesat jauh dalam pembahasannya, penulis sudutkan pembahasan mengenai anarkisme tersebut dalam sebuah rumusan masalah.

1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi dari Tokoh Paul Karl Feyerabend.
2. Apa Pengertian Anarkisme Ilmu.
3. Bagaimana Anarkisme sebagai Kritik atas Ilmu Pengetahuan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Paul Karl Feyeraband.
          Paul Karl Feyerabend lahir pada tahun 1924 di Wina, Austria tahun 1945. Ia belajar seni suara teater dan sejarah teater di institute for Production of Theater, the Methodological Reform the German Theater di Weimar. Sepanjang hidupnya ia menyukai drama dan kesenian. Ia belajar Astronomi, Matematika, Sejarah, dan Filsafat. Menurut pengakuannya, ketika ia mengingat masa itu, ia menggambarkan dirinya sebagai seorang rasionalis. Maksudnya, ia percaya akan keutamaan dan keunggulan ilmu pengetahuan yang memiliki hukum-hukum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara ilmiah dapat di pertanggung jawabkan. Keyakinan rasionalitasnya pada masa itu tampak dari kiprahnya dalam Himpunan Penyelamatan Fisika Teoritis (AClub for Salvation of Theoretical Phsysics)[1].

          Keanggotaannya dalam kelompok tersebut tentu melibatkan dirinya dengan eksperimen-eksperimen ilmu alam dan sejarah perkembangan ilmu fisika itu sendiri. Dari sinilah ia melihat hubungan yang sesungguhnya antara eksperimen dengan teori yang ternyata relasi itu tidak sesederhana apa yang dibayangkan dan dijelaskan dalam buku-buku pelajaran selama ini. Terjadinya perubahan pemikiran dalam Paul tersebut setidaknya disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, karena adanya perkembangan baru dalam ilmu fisika, terutama fisika kuantum. Ia melihat bahwa fisika kuantum telah menolak beberapa patokan dasar fisika yang ketika itu dianggap modern (Newtonian) yang di atasnya prinsip-prinsip positivisme ditegakkan. Yang kedua, sambutan para fisikawan/ filsuf terhadap teori mekanika kuantum yang dianggap sebagai dukungan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Gagasan Popper, Thomas S Khun, dan terutama Imre Lakatos sangat mempengaruhi pemikiran filsafatnya.[2]

          Pada permulaan tahun 50-an, ia mengikuti seminar-seminar filsafat dari Karl Raimund Popper di London. Waktu itu ia masih tetap berpegang teguh pada keyakinan rasionalitasnya, bahkan ia berpendapat bahwa perkenalannya dengan Popper semakin memperteguh keyakinannya itu. Ia mendapat gelar Ph.D dalam bidang fisika dari Wina University dan kemudian mengajar di California University. Ia telah menyatakan bahwa dirinya seorang “anarkis” yang menentang penyelidikan terhadap aturan-aturan pergantian teori dan pembangunan kembali pemikiran rasional dari kemajuan ilmu pengetahuan. Sikap Feyerabend tentang “apa saja boleh” dan bahwa sasaran dari kreativitas dalam ilmu pengetahuan itu adalah sebagai bentuk pengembang biakan teori-teori.[3]

          Feyerabend merupakan salah satu filsuf yang sangat provokatif pada abad ke-20. Ia giat melakukan perlawanan terhadap setiap gagasan ilmu yang memiliki metodologi tersendiri untuk membatasinya dengan yang bukan ilmu dan ilmu palsu. Walaupun dari dulu hingga sekarang banyak usaha-usahanya yang disia-siakan, tetapi usaha itu bisa dijadikan sebagai dasar persiapan yang masih layak dan berharga bagi bentuk-bentuk  perlawanan lain.

          Dalam analisi Don Cupitt sebagai seorang filsuf sains dari California, Feyerabend berargumen bahwa apa yang ia sebut dengan “teori pengetahuan anarkistik” merupakan pemaknaan ulang terhadap pengetahuan santifik. Filsuf manapun berhak menetapkan dan menggambarkan apa saja yang diperbolehkan sebagai metode saintifik, baik yang termasuk kategori sains asli ataupun yang bukan sains sekalipun. Sebab beberapa usaha untuk menjalankan aturan-aturan yang ada sebelumnya hanya mengundang pertentangan seperti yang nampak jelas pada kasus konflik agama dan juga berlaku pada kasus sains (menurut Feyerabend). Sudah banyak contoh sejarah yang mengesampingkan hal-hal semacam itu sebagai intuisi tandingan teori-teori saintifik, seperti transmutasi spesies, relativitas umum dan teori kuantum.[4]

2.2. Pengertian Anarkisme Ilmu
          Secara etimologi, anarkisme berasal dari bahasa Yunani yakni Archos artinyatanpa pemerintahan. Ia merupakan sebuah aliran dalam filsaafat social yang menghendaki dihapuskannya negara atau pemerintahan secara kontrol politik dalam masyarakat. Aliran ini didasarkan pada ajaran bahwa masyarakat yang ideal itu dapat mengatur urusannya sendiri tanpa mempergunakan kekuasaan yang berlawanan dengan paham sosialisme dan komunisme. Tokoh-tokohnya yakni Gerrard Winstanley (1609-1660), William Goldwin (1756-1836), Mikhail Bakunin(1814-1876) dan Peter Kropotkin (1842-1921).[5]

          Dalam bahasa Yunani istilah Anarchos atau anarchia berarti tidak memiliki pemerintahan atau keadaan tanpa penguasa. Dalam konotasi positif, anarkisme adalah ideologi sosial yang menolak pemerintahan yang otoriter. Aliran ini berpandangan bahwa individu-individu harus mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang disenangi demi pemenuhan kebutuhan dan ideal-ideal mereka. Dalam pengertian ini anarkisme tidak bias disamakan dengan Nihilisme, tapi lebih serupa dengan leibertarianisme politik dan antinomianisme.

          Sedangkan dalam konotasinegative, anarkisme adalah kepercayaan yang menyangkal untuk menghormati hukum atau peraturan apapun dan secara aktif melibatkan diri dalam promosi kekacauan melalui perusakan masyarakat. Aliran ini mengajarkan penggunaan terorisme individual sebagai sebuah alat untuk meningkatkan terjadinya disorganisasi sosial dan politik.[6] Dalam bidang ilmu pengetahuan, anarkisme diartikan sebagai anarchyepistemological (kesewenang-wenangan epistimologis) yang digunakan dan dipopulerkan oleh Paul Karl Feyerabend. Menurutnya, tidak ada ukuran-ukuran yang tetap untuk memisahkan atau membedakan antara sampah dengan teori yang dapat diamati.[7]

          Menurut analisa Feyerabend sendiri, termanarkisme itu tidak lain adalah anarkisme epistemologis yang dipertentangkan dengan anarkisme politisatau religious. Dikatakannya juga apabila anarkisme politis anti terhadapkemapanan (kekuasaan, Negara, institusi-institusi dan ideology-ideologi yangmenopangnya), maka anarkisme epistemology justru tidak selalu memiliki loyalitasataupun perlawanan yang jelas terhadap semua dan struktur elit tersebut.[8]
          Seorang anarkisme epistemology menurut Feyerabend ibarat seorang dadais seperti yang dijelaskan oleh Richter dlam bukunya Dada: art and anti-art. Feyerabend mengutip pandangan Richter sebagai berikut: ‘Dada’, not only had no programme, it was against all programmes. This doesn’t exclude the skillful defence of programmes to show the chimerical character of any defence, however ‘rational’.[9]

          Maksud Feyerabend adalah bahwa dalam epistemology terdapat bentuk anarkisme yang berupaya mempertahankan sekaligus menentang kemapanan. Ia bukan hanya tidak memiliki program, tetapi anti-programm. Ia pembela status quo, tetapi juga anti-status quo. Hal itu ditempuh untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternatif. Anarkisme Feyerabend yang demikian itu terkadang diartikan orang sebagai kesewenang-wenangan epistemologi, karenatidak adanya ukuran atau aturan yang tetap dan pasti untuk menentukan antara yang ilmiah dan yang non-ilmiah. Anarkisme epistemology merupakan anarkisme teoritis. Menurut hemat Feyerabend anarkisme teoritis itu lebih menusiawi dari pada alternative hukum. Dari perspektif ini, ilmu pengetahuan secara hakiki merupakan usaha yang anarkistik mutlak. Feyerabend memberikan argumentasi historis, bahwa sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya berisi fakta-fakta dan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta tersebut. Ia juga berisi ide-ide interpretasi terhadap fakta-fakta, masalah-masalah yang timbul dari kesalahan interpretasi, interpretasi yang bertentangan, dan sebagainya. Feyerabend melihaht bahwa para ilmuwan hanya meninjau fakta ilmu pengetahuan dari dimensi ide belaka, sehingga tidak heran andai kata sejarah dan ide-ide ilmu pengetahuan yang berkembang itu kemudian menjadi pelik, rancu dan penuh kesalahan seperti pemikiran dari para penemunya.[10]

          Situasi semacam itulah yang dilukiskan Feyerabend sebagai sakitepistemologis, dan obat paling mujarab untuk mengembalikan eksistensinya padakoridor semula adalah dengan prinsip anarkisme. Dengan demikian anarkismedapat membantu kita untuk mencapai kemajuan dengan memilih salah satu pemikiran yang kita minati secara lebih rasional, jelas dan bebas. Pungkasan ideanarkisme Feyerabend yang secara esensial perlu kita gali maknanya dalam realitaskeseharian kita adalah pernyataan berikut ini: “and my thesis is that anarchismhelps to achieve progress in any one of the senses one cares to choose”.[11]

2.3. Anarkisme sebagai Kritik atas Ilmu Pengetahuan
          Secara garis besar, seluruh pemikiran Individualism Ekstrem Feyerabend tentang anarkisme di atas sebenarnya adalah suatu kritik terhadap perjalanan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah didominasi oleh sains positivistic. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik ilmu dari dua sisi yang kaitan antar keduanya tidak bias dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kritik pertama disebutnya sebagai anti-metode (against method) yang berusaha mendekonstruksi format metode ilmu pengetahuan yang telah dibuat dan dipahami oleh para kaum positivis dengan melakukan penyingkapan dan pembongkaran terhadap asumsi-asumsi beserta kesalahan dari teori-teori baku yang selama ini dikembangkannya. Dan kritik yang kedua dinamakannya dengan anti-ilmu pengetahuan (against Science) yang secara lebih mendalam lagi mencoba mengoreksi tentang praktek ilmiah, fungsi dan kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat yang dianggap memiliki standar universal yang melampaui batas-batas partikularitas dan relativitasnya.[12]

          Kaitannya dengan anti-ilmu pengetahuan (against science). Bukan berarti Feyerabend anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang sering kali mengaburkan maksud dan tujuan utamanya. Dengan sikap ini, feyerabend ingin melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuan dianggap lebih unggul dari pada bidang-bidang atau bentuk-bentuk  pengetahuan, seperti sihir, magis, mitos, dan lain sebagainya. Ditegaskannya, ilmu pengetahuan menjadi pemikiran tunggal-mutlak karena adanya propaganda dari para ilmuwan dan institusi terkait yang diberi wewenang untuk selalu mempengaruhi kesadaran kolektif masyarakat tentang hakikat dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan yang dianggap paling benar itu telah menguasai system kebenaran dunia ilmiah, dan pada gilirannya menjadi semacam ideology yang menindas kebudayaan alternative. Semboyan extraecclesiam nulla salus (diluar gereja tidak ada keselamatan) yang lebih dari satuabad lalu ada dalam tradisi gereja, diadopsi oleh para ilmuwan dengan mengatakan extra scientiam nulla salus (diluar ilmu pengetahuan tidak ada kebenaran).[13]

          Dari semua bentuk pengingkaran tersebut, Feyerabend sejatinya ingin menyatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya merupakan salah satu gagasan terbuka dan plural dari sekian banyak ideology yang ada dalam masyarakat. Dengan begitu, Feyerabend ingin mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu bukanlah ideology yang berisi omong kosong belaka. Maka tidak wajar mendewa-dewakan ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya pengetahuan yang paling unggul dan bahkan paling menentukan kehidupan masyarakat. Karena masalahnya terletak pada muatan ideologis dari komunitas para ilmuwan dan pihak-pihak yang selalu berusaha menciderai kemurnian citra ilmu pengetahuan dengan kepentingan-kepentingan subyektif-individual yang menyebabkan proses idealisasi ilmu pengetahuan yang sebenarnya mengalami stagnasi. Mungkin inilah situasi yang dikatakan oleh Richard Rorty bahwa epistemologi is dead, atau dalam konstruksifilsafat Feyerabend disebut sebagai anti-ilmu pengetahuan (Against Scince) itu.


BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
          Feyerabend mengembangkan metode anarkis (anything goes). Metode anarkis mempersoalkan metodologi ilmu pengetahuan secara mendasar ingin menghidupkan kembali ilmu pengetahuan sebagai ekspresi kebebasan manusia. “Anything goes” adalah teorinya yang menjelaskan bahwa ilmu tidak mesti dibangun di atas metologi yang kaku, tetapi harus ada ruang bagi inisiatif ilmuwan. Selain kebenaran, kebebasan ilmiah harus merupakan norma ilmu pengetahuan.

          Selain itu, Feyerabed juga berpendapat “ jika ilmu pengetahuan mau berkembang optimal, maka biarkanlah ilmuwan berpikir bebas bahkan bebas dari ‘paradigma ilmiah’ yang telah menjadi bahasa komunitas ilmiah. Keberatan dan problem yang dihadapi oleh Feyerabend berkaitan dengan kebebasan ilmiah dan tanggung jawab etis atau sosial. Untuk ilmu sosial, hukum alam yang absolut tidak pernah menjadi premis mayor, dari deduksi ilmiah, ilmu-ilmu sosial berurusan dengan kebebasan manusia, sejarah, dan tradisinya.

          Namun gagasan-gagasan yang dilontarkan oleh Feyerabend ini kurang mendapatkan perhatian dari para ilmuwan di zamannya. Mereka terlalu dihegemoni oleh pengaruh neo-positivisme dan rasionalisme kritis Popper. Namun, pemikiran Feyerabend justru mendapat tempat di dalam pasca neo-positivisme. Atau dengan kata lain disebut dengan postmodernisme.




[1] Prasetya TW, “Anarkisme Pengetahuan dalam Paul Karl Feyerabend”, dalam Tim Redaksi Driyarkara(Penyunting). Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu, (Jakakrta: Gramedia, 1993), hlm. 48
[2] Akhyar Yusuf Lubis, Paul K Feyerabend:Penggagas Anti Metode,(Jakarta: Teraju, 2003), hlm. 101-102
[3] John Losee, A Historical Introduction To The Philosophy Of Science, Fourth Edition, (New York: OxfordUniversity Press, 2011), hlm. 177
[4] Don Cupitt, Afier God: Masa Depan Agama, terj. Abdul Qodir Shaleh, (Yogyakarta: IRCiSoD. 2001), hlm.204-205
[5] Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 9-10
[6] Ibid., hlm.13
[7] Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat, (Yogyakarta: Liberty, 1992), hlm.912
[8] Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 48-4913
[9] Paul K Feyerabend, Against Methode,….hlm. 23
[10] Prasetya TW, “Anarkisme ....., hlm. 54.
[11] Paul K Feyerabend, Against Methode....., hlm. 18
[12] Prasetya TW, “Anarkisme ....., hlm. 55
[13] Ibid., hlm. 58
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar